Semingguan ini aku jenuh dengan rutinitas. Levelnya sudah di level membahayakan karena aku mulai agak enggak nyambung dengan obrolan, enggak sabaran dengan si K, dan enggak menikmati bermain dengan si K.
Berulangkali aku bertanya-tanya, its okay?
Penyembuhan kejenuhan semakin lama karena aku diterjang rasa bersalah dengan si K. Harusnya kan begini, bukan begitu? Harusnya tadi aku begini, kenapa malah melakukan itu?
Harusnya jangan membentak, kenapa aku membentak? Harusnya menyingkir dulu sejenak, kenapa si K malah nempel terus kayak lem Fox? Harusnya mengalihkan perhatian, kenapa malah melarang dengan galak?
Semakin banyak teori yang kita tahu, ternyata semakin membebani… Its okay?
Aku membicarakannya dengan abah K, tentang kesalahan-kesalahan yang kulakukan, tentang beban yang kurasakan, tentang semuanya… Its okay untuk mengambil jeda sejenak, melupakan teori-teori parenting ideal yang membebani. Melakukan semampu yang kubisa, sampai aku merasa sudah siap kembali ke jalur yang kupilih.
Please, take your time, Mak.
Aku mengambil waktu untuk menikmati kejenuhan. Jenuh,l sejenuh-jenuhnya. Kadang aku berkata kepada si K, “Ibu sedang jenuh, Kevin main sendiri dulu, bisa?”
Reaksi si K beragam. Kadang langsung bermain sendiri, kadang rewel meminta bermain dengan Ibu. Tidak jarang ia menyingkir dengan menundukkan kepala dalam-dalam. Ekspresi terakhir membuat emak K semakin bersalah.
Tantangan macam apa pula ini.
Sebenarnya pekerjaanku tidak banyak. Masak enggak memakan banyak waktu, wong menunya paling poll tiga macam saja. Nyuci juga tidak banyak. Nyetrika hanya baju kerja saja.
Aku menelusuri, sebenarnya apa yang membuatku jenuh?
Refreshing keluar terhitung ideal, abah K tidak pernah alpa untuk mengajakku jalan-jalan sekedar membeli es degan atau jogging di taman. Ngeblog masih jalan. Ngobrol dengan pasangan juga enggak pernah alpa. Masih di on the track lah.
Terus, kenapa?
Aku mencoba bertanya kepada diri sendiri. Ayo kita cari tahu, Dear. Why? Mengapa? Apakah ada sesuatu yang alpa kulakukan? Apa karena sedang haid, enggak ngaji dan wirid kayak biasanya menjadikanmu jenuh?
Kurunut-runut, aku menyadari satu hal; durasi screen time-ku terlalu banyak. Setiap kali aku merasa jenuh, aku langsung scroll timeline, padahal timeline isinya itu-itu saja.
Aku mendata lagi hal-hal yang enggak kulakukan belakangan ini, bul banyak, Rek. Enggak baca novel, padahal dulu aku mainak baca novel. Enggak mengajak si K main ke luar, belakangan ini paling poll main ke tetangga depan rumah, itu pun aku enggak terlibat obrolan. Hoalah, ngobrol dengan tetangga pun bisa membuat refresh pikiran.
Jarang jogging. Mungkin pikiranku ada yang enggak bisa luntur kecuali dengan keringat jogging. Bhahahahaha. Terlalu mempeng merencanakan tapi minim aksi, terutama kurikulumnya si K. Haiyooo, paling rencana-rencana yang membusuk di otak itu membuat jenuh semakin bertambah-tambah.
Ini emak K nulis apaan, Rek? Tjurhat dari huruf pertama sampai huruf pungkasan. Hahaha, ya ngene iki lah yen wis biasa nulis, nggoleki penyebab jenuh ae kudu dirunut lewat tulisan. Semoga saja yang baca enggak bosan.
Komunikasi dengan diri sendiri yang enggak bagus ternyata bisa menyebabkan kejenuhan bertubi-tubi. Aku sampai libur menulis soal Komunikasi Produktif karena merasa gagal berkomunikasi dengan diri sendiri terkait kejenuhan. Ditanya abah K ada apa juga aku enggak bisa menjawab.
Menarik. Kini aku tahu langkah apa yang harus kulakukan agar jenuh tidak semakin merajalela. Sudah cukup seminggu untuk menikmati kejenuhan, sekarang waktunya untuk kembali on the track, agar kerjaan enggak amburadul, agar ikhtiar penyembuhan abah K semakin mantul, agar si K tidak melulu sedih karena Ibunya terus-menerus menolak ketika diajak bermain.
Kejenuhan seorang Ibu berimbas pada semua lini, termasuk lini perut yang seadanya. Masih menerapkan food combining tetapi di batas minimal. Semingguan ini aku enggak galak ke abah K, abah K jajan di luar bisa-bisanya aku enggak peduli, kemaren aritmia kambuh lagi.
Jika Emak membaca blogpost ini untuk menemukan tips menghalau kejenuhan rutinitas, maaf, Emak enggak bakal menemukannya. Aku cuma berbagi bagaimana menelusuri penyebab kejenuhan dengan membangun komunikasi prodktif dengan diri-sendiri, untuk kemudian mencari solusinya sendiri.
Karakter kita beda, kesukaan kita beda, aku yakin penyebab kejenuhan kita beda. Bisa jadi aku jenuh dengan masak-memasak, tetapi untuk Emak masak adalah sarana refreshing. Bisa jadi Emak males dengan tulis-menulis dan baca, tetapi bagiku menulis dan membaca adalah sarana refreshing.
Aku ada di barisan pemandu sorak di belakang Emak, ayo, kita cari tahu apa yang menyebabkan Emak jenuh. Bahkan jika ternyata anak-anak yang membuat Emak jenuh, aku yang menjadi pendukung pertama Emak menyepi dari anak-anak sejenak. Biarkan anak-anak bersama ayahnya atau saudara. Bisa juga menitipkan ke day care barang sehari-dua hari jika Emak termasuk dalam barisan Ibu-ibu pengasuh anak sendiri garis keras.
Membangun komunikasi dengan diri-sendiri sangat penting. Bagiku, komunikasi dengan diri-sendiri adalah hal yang paling gawat untuk dilakukan sebelum memperbaiki komunikasi dengan orang lain. Memahami diri-sendiri menjadi langkah pertama sebelum memahami pasangan dan anak.
Termasuk….
Memahami jika kita bukan orang yang sempurna dan teori tidak selalu linear dengan realita.
Ria
mungkin krn kegiatan yg rutin itu2 lagi, eh begini2 lagih… sesekali mesti takes time alone… kl perlu ditulis di jurnal gitu… apa sih yg bikin saya keriting mood-nyaa