Matematika bagi sebagian orang menyeramkan. Enggak jarang tanpa sadar menularkan rasa seram ini ke anak, “Hiii, mati-mati-ka.” Seolah matematika adalah ilmu antara hidup dan mati. Padahal, matematika sangat mengasyikkan jika tahu bagaimana cara belajar yang tepat.
Matematika bisa diajarkan kepada anak sejak kecil, dengan hal-hal sederhana yang terlihat sangat sepele padahal merupakan pijakan penting bagi anak. Aku pernah menulis hal-hal yang harus dikuasai anak usia balita sebelum belajar berhitung, Kemampuan yang Harus Dikuasai Anak Balita sebelum Belajar Berhitung.
Sebelum mengajarkan anak berhitung, ada baiknya kita memastikan bahwa anak sudah bisa mengelompokkan bentuk, mengelompokkan warna, dari bentuk yang sederhana hingga bentuk yang sulit, mengerti konsep penuh dan kosong. Jangan langsung mengajak anak menghafal angka-angka karena itu akan menyebabkan anak kebingungan, lha wong bentuk saja belum bisa menyortir kok mau dikenalkan dengan simbol yang jauh lebih rumit?
Contents
Anak Kinestetik yang Penuh Tenaga
Umumnya anak balita adalah anak kinestetik, usil, enggak bisa diam, maunya geraaaaak terus. Ada balita yang kinestetiknya sedengan, ada balita yang kinestetiknya bikin simbok gembrobyos keringetan. Si K masuk ke anak balita yang kinestetiknya bikin gembrobyos. Enggak heran emaknya auto langsing meski porsi makannya 2 kali porsi makan abah K. 😆
Anak kinestetik ditandai dengan gerakan anggota tubuh yang seolah enggak bisa diam, meskipun itu sedang melakukan aktivitas di atas kursi atau tempat tidur. Si K kalau sedang nonton atau sedang baca buku, tangan dan kakinya tetap kemana-mana. Jika seharian dikurung di dalam rumah, ia bakal tantrum dan sangat sensitif.
Sebaliknya, jika ia dibiarkan mengeksplor lingkungan, manjat sana-sini, naik-turun selokan, lari mengejar bola, glenderan vespa, ia akan menjadi anak yang manis, yang dikit-dikit meluk Ibunya.
Mengajarkan matematika ke anak kinestetik dengan duduk anteng di atas meja enggak akan bertahan lama. Paling cuma lima menit habis itu kakinya gatel pengen lari. Maka, Ibu harus menyesuaikan gaya belajar anak untuk stimulasi matematika ini.
Stimulasi Matematika Anak Kinestetik-Visual
Matematika bisa diselipkan dalam kegiatan anak, apapun itu. Tinggal kitanya yang harus kreatif dan memastikan bahwa anak sudah lulus tugas pra matematikanya. Si K sudah bisa sortir warna, sortir bentuk, sortir warna dan bentuk, dan sudah memahami konsep kosong dan penuh, jadi aku sudah mulai mengenalkan angka-angka.
Menghitung Jumlah Kursi Kereta Kelinci
Si K menamakan kereta kelinci ini dengan odong-odong. Hahahaha. Tadi pagi kami ke Taman Tirtoagung, ada rombongan anak TK yang sedang studi lingkungan ke Taman dengan menggunakan kereta kelinci.
Keretanya parkir di dalam taman, si K penasaran dan minta ijin untuk masuk ke dalam kereta saat anak-anak TK sedang beraktivitas ke dalam Taman. Ia begitu excited, naik-turun, menunjuk, bertanya banyak hal.
“Wow, odong-odongnya ada enam!” Seru si K. Aku yang sedang mengikutinya dari belakang penasaran, menghitung berapa gerangan jumlah odong-odongnya, bener, dong, enam. Emak spikles dan langsung pengen stimulasi matematika lebih banyak. 😆
“Kursinya ada berapa, Nang?”
Dasar anak kinestetik, bukannya cukup menghitung dengan jari, ia menghitung dengan lompat dari kursi satu ke kursi lain. Setelah satu gerbong selesai dihitung, lanjut ngitung ke gerbong selanjutnya. Setelah satu kereta usai, lanjut ke kereta selanjutnya.
Ibunya yang cuma mengawasi dari luar kereta saha gembrobyos, si K masih hepi lompat antar kursi berulang kali. Menghitung dengan bahagia, tertawa saat mendapati bahwa jumlah kursi antar gerbong berbeda-beda.
“Ini lima, yang itu enam. Yang hijau tujuh. Beda yo, Ibuk? Beda yo?”
Berburu Angka di Taman
“Nang, nyari angka, yuk.”
Si K mengangguk riang.
“Coba cari angka 4.” Aku menantangnya. Si K baru mengenal angka 1-10, angka selanjutnya belum aku kenalkan.
Si K menyusuri Taman, melihat plat demi plat nomer motor yang ada di Taman. Berteriak ‘hore!’ saat ia berhasil menemukan angka yang kumaksud.
Mencari Berbagai Bentuk di Taman
“Ibuk, ini bentuk lingkaran yo?” si K menunjuk roda kereta kelinci.
“Iya. Coba ada yang bentuknya segitiga?”
Ia turun dari kereta. Mencari bentuk segitiga, girang bukan main ketika menemukan penghubung gerbong berbentuk segitiga.
Aku masih meyakini, jika anak akan menikmati belajarnya jika kita sebagai orang tua tahu bagaimana mencari cara yang tepat sesuai dengan kesukaannya, termasuk Matematika.
Emak K sampai sekarang masih menjadi barisan emak-emak yang menggunakan media belajar sesuai dengan kesukaan anak, yang terdekat dan mudah dicari. Menyelipkan belajar ke aktivitas anak memang menyenangkan, apalagi jika menjumpai mata anak berbinar-binar, membuatku lupa jika aku menghadapi aneka deadline setelah bocah tidur. Hahahaha.