Memiliki usaha tantangannya banyak. Difabel yang memiliki usaha, tantangan yang dihadapi lebih banyak, di samping tantangan keterbatasan fisik yang ia miliki.
Bukan rahasia umum lagi jika difabel masih sulit mendapatkan pekerjaan. Aku memaklumi keraguan pengusaha untuk merekrut karyawan dengan keterbatasan. Sebagai seorang Difabel Hard of Hearing, keterbatasan yang kupunya menghambat komunikasi dengan orang lain.
Rata-rata instansi menganjurkan difabel untuk mempunyai usaha sendiri agar mandiri. Berbagai pelatihan diadakan, ratusan juta modal digelontorkan agar difabel mandiri. Tetapi masalah tidak selesai sampai disitu, dunia bisnis luar biasa tantangannya.
Kami harus bersaing dengan beragam bisnis yang berlari kencang, dengan Sumber Daya Manusia yang paripurna.
Ketika Produk Dibeli Karena Kasihan
Aku masih ingat betul. Saat itu aku mempunyai usaha jualan sayur dan buah. Tahun 2020, saat pandemi menghantam pedagang sayur Bandungan. Ellfaz Vegetables menjual sayur segar Bandungan dengan sasaran market Semarang. Aku bekerja sama dengan Pak Pur, distributor sayur Bandungan yang sudah melegenda. Aku memegang divisi marketing dan pembukuan, sementara Pak Pur dan tim memegang penyiapan sayur dan pengiriman.
Medio Juni 2020, Tweetku tentang satpam BNI Viral, menyusul thread tentang usaha sayur Ellfaz Vegetables viral. Orderan membludak. Orang-orang mungkin berempati dengan kisahku, seorang hard of hearing yang sedang membangun usaha.
Tetapi sayang… orderan yang membludak, marketing yang viral, tidak dibarengi dengan peningkatan pengelolaan di tingkat produksi dan distribusi. Banyak orderan yang salah kirim, tidak sedikit keterlambatan kirim.
Satu bulan berada di masa-masa ’emas’ penjualan yang meningkat pesat, distribusi belum juga menemukan titik kenyamanan. Konsumen kesal dan hilang satu-persatu. Usaha meredup, dibarengi dengan tim yang terkena badai Covid-19. Tutup entah berapa lama. Stop orderan dari skala Rumah Tangga dan hanya melayani oerdran skala restoran.
Aku menyadari satu hal, ketika produk dibeli karena kasihan, bukan karena kuallitas dan skill, usaha tidak akan bertahan lama.
Upgrade Skill, Pantang Menyerah untuk Menemukan ‘Jalan’
Jika ditanya apakah aku sedih karena usaha sayur Bandungan terancam tutup? Jelas saja sedih. Tetapi kata salah seorang guru kami, tugas seorang manusia adalah bergerak. Aku bergerak, upgrade skill menekuni bidang blogging, content writing, link building, web-apps developer. Mencari celah produk apa yang bisa kutawarkan yang tidak terganggu dengan keterbatasan.
Masa bodoh dengan tantangan seorang difabel yang lebih berat dibanding orang lain. Aku belajar, bergerak, memberikan terbaik, bahkan kadang-kadang ada klien yang kuberi lebih. Aku berusaha keras untuk bekerja dengan profesional, aku tidak memberi ruang keterbatasan sebagai alat untuk memaklumi.
Aku masih ingat betul saat itu, medio 2021, suami memutuskan untuk menetap di Salatiga dan memasang IndiHome, Internetnya Indonesia dari Telkom Indonesia. Kugunakan kesempatan itu untuk belajar dari internet dan webinar dibantu dengan webcaptioner.
Stabilnya koneksi IndiHome kumanfaatkan benar-benar. Tidak ada kata untuk menyerah. Aku mengikuti beragam kursus tentang SEO, blogging dan semua yang berkaitan dengan pekerjaanku. Kegagalanku dalam mengembangkan usaha sayur kujadikan pelajaran, aku berusaha membangun komunikasi yang sehat dengan klien meski aku memiliki keterbatasan dengar. Satu-satunya alat yang kugunakan adalah chat.
Ibu Inklusif Difablepreneur Class