Enggak cuma hidup yang harus simpel dan sederhana ala-ala konmari, mengasuh anak pun harus mempertimbangkan prinsip kesederhanaan. Trust me, untuk emak K yang hobi baca buku, hobi menganalisis dan melakukan berbagai percobaan, mengasuh anak dengan teori dan pandangan dari banyak pakar parenting justru membuat pengasuhan anak menjadi ribet dan melelahkan.
Apalagi jika kita belum memiliki pijakan parenting yang kuat, terlalu banyak mengakses informasi terkait parenting bisa membuat kita mudah terhanyut dan bimbang di tengah jalan. Parenting bukan ilmu yang baku. Tidak seperti matematika yang dalam berbagai kondisi jawabannya tetap sama, 1+1 tetap 2, 2×3 tetap 6, ilmu mengasuh anak tidak baku sama sekali.
Saking luwes-nya, mengasuh anak membutuhkan seni tingkat tinggi. Beda anak beda perlakuan, beda situasi beda keputusan. Sangat tidak manusiawi jika tetap mendisiplinkan anak dengan ketat di saat anak sedang sakit, misalnya. Pun, gaya mengasuh anak A yang kinestetik tidak bisa diterapkan 100% ke anak B, meskipun si B ini juga sama-sama kinestetik.
Diskusikan dengan Pasangan, Value Pengasuhan Anak Seperti Apa yang Dijadikan Acuan
Ilmu mengasuh anak beragam. Alirannya pun sangat banyak. Ada ilmu mengasuh anak yang religius, berkiblat ke kitab suci. Ada ilmu mengasuh anak yang mengajak orang tua untuk kembali ke fitrah anak. Ada pula ilmu mengasuh anak yang ala-ala barat dengan beragam teorinya.
Mana yang perlu diambil? Diskusikan dengan pasangan. Value seperti apakah yang dijadikan acuan. Apakah pengasuhan yang berbasis religius, modern atau gabungan keduanya.
Sangat penting untuk menyatukan value pengasuhan berdasarkan visi dan misi keluarga sehingga prinsip pengasuhan kita berjalan sesuai rel yang dianut oleh keluarga. Jika sudah mempunyai pegangan value seperti apa yang akan dianut, kemana keluarga ini akan dibawa, ke depan, saat mencari referensi pengasuhan anak, kita tidak mudah terombang-ambing dengan teori pengasuhan anak yang sangat beragam.
Menyederhanakan Pencarian Referensi Pengasuhan Anak
Pengasuhan kami cenderung moderat. Enggak agamis banget, tetapi juga enggak modern. Gabungan antara Islam tradisional yang kami ambil dari Kyai-kyai dan Nyai-nyai guru kami, budaya Jawa yang menjadi nenek moyang kami, sekaligus pengasuhan modern yang kami anggap sesuai dengam value keluarga kami.
Ehm, bingung ya?
Sebagai contoh, urusan mengaji si K, kami berkiblat pada Kyai-kyai kami yang membumikan mengaji dengan pengenalan agak longgar sampai anak berusia 7 tahun. Urusan kemandirian kami mengadopsi pengasuhan modern dan berusaha menghilangkan budaya patriarki yang mendewakan anak laki-laki, tetapi kami tetap mempertahankan unggah-ungguh kepada yang lebih tua.
Hal seperti ini jika tidak dibicarakan dengan mendalam bersama pasangan tentu akan menimbulkan konflik yang berentet-rentet karena terlihat plin-plan. Kadang islami, kadang modern, kadang tradisional.
Padahal sebenarnya sederhana; pengasuhan anak yang fleksibel sesuai dengan situasi dan kondisi. Hahahaha. Emak K ngelantur.
This is why, mengapa emak K enggak terlalu mengikuti beragam webinar pengasuhan anak. Baca sih baca saja, tetapi enggak yang lantas merasa semua-mua harus diterapkan kepada anak.
Menyederhanakan ambisi, obsesi dan rujukan terkait pengasuhan anak ini membuat hidup lebih ringan dan ceria karena tidak dipenuhi dengan bayang-bayang ancaman kegagalan pengasuhan anak.