Aku frustasi setiap kali melihat sampah diapers. Ngilu banget saat membawa karung berisi sampah ke Tempat Pembuangan Sampah yang nyaris 1/3-nya berisi diapers. Aku menyesali diri, kenapa aku menjadi Emak yang manja sekali? Atas nama nggak mau bolak-balik ngepel, aku ‘memaklumi’ diri untuk memakaikan si K diapers sepanjang hari. Atas nama menjaga baju dan segalanya tetap suci, aku memaafkan diri untuk menunda toilet training.
Diperparah dengan suhu Salatiga yang super dingin, dimana si K bisa bak setiap 20 menit sekali, aku semakin take it slow, ya weslah rapapa… Tetapi rapapa yang tidak diiringi usaha. Hiks. Emak-emak labil, ngilu melihat sampah diapers tetapi tidak ada usaha untuk menuju free diapers. Dut, lu waras?
Contents
Bertahap Mengurangi Pemakaian Diapers
Sebenarnya, sejak si K bayi, aku tidak memakaikan diapers full sepanjang hari. Apalagi riwayat kulit si K yang super duper sensitif, pertama kali kupakaikan diapers semalaman, si K langsung ruam.
emasuki usia 3 bulan, kulit si K mulai kuat. Saat itu, aku memakaikan si K diapers setiap kali celana habis. Udara Salatiga sangat dingin, celana 2 lusin plus popok entah berapa habis menjelang malam. Dan… Emaknya nagih dengan kenyamanan bebas ompol dan bau pesing. Hahahaha.
Keterusan memakai diapers dengan jeda beberapa jam, sehari pemakaian 2 diapers sudah cukup membuat karung penuh diapers. 😢😓
Rasa bersalah mulai muncul, aku bertekad untuk mengurangi secara bertahap.
Pemakaian Diapers Dibatasi hanya Setiap Malam dan Bepergian
Iya, aku belum siap untuk free diapers saat sore hingga malam. Setidaknya, memakai diapers setelah mandi sore membuatku tenang karena tidak kena ompol dari Ashar, Maghrib, Isya, Shubuh. Aman sholatnya. Hanya dzuhur saja yang mengharuskan aku mandi atau sekedar ganti baju sebelum sholat. 😅
Mulai Mengenalkan Tatur Setiap si K Bangun Tidur
Hal pertama yang kulakukan saat bertekad untuk mengurangi diapers adalah mengenalkan si K dengan kamar mandi sebagai tempat untuk buang air kecil. Setiap kali si K bangun tidur, baik saat memakai diapers atau tidak, aku langsung membawanya ke kamar mandi dan mensucikannya dengan air. Dingin? Nggak papa… Sebentar saja, kok. Heuheuuu
Mengamati Pola BAK si K pada Siang Hari
Aku mengamati pola si K BAK pada siang hari. Saat di Salatiga, si K BAK setiap 30 menit sekali. Di Bojonegoro, si K BAK setiap 1-2 jam sekali, kadang 3 jam sekali.
Lantas, aku pun mengajak si K ke kamar mandi setiap 30 menit sekali atau 1 jam sekali, tergantung sedang berada dimana.
Seringkali aku kecele, sudah ditongkrongin 10 menit, tetapi si K nggak BAK-BAK juga, malah keasikan dolanan air. Tak jarang kecele si K sudah ngompol lagi, padahal baru 15 menit yang lalu ngompol. Paling ngenes saat diajak ke kamar mandi dia diam saja, giliran emaknya nyerah, bawa ke kamar untuk memakai celana, belum rapi celananya langsung curr, mancur…. 😓
Emak ngelus dada sambil menggumam, “Le, ngerjain Ibuk ya?”
Nyerah? Nggak dong, semakin sering ‘dikerjain’ Emaknya semakin tertantang untuk menaklukkan. 😅
Mengenalkan Kata ‘Pipis’
Aku mengenalkan kata ‘pipis’ sejak si K mulai ditatur. Setiap bangun tidur, aku mengajak Si K berbincang, “Ayo, Nang, pipis riyen ya. Pipis, ampun ngompol.”
Begitu pula saat si K ngompol, aku mengoceh, “Nang, ampun ngompol atuh. Pipis…pipis di kamar mandi.”
Pun setiap aku menyadari si K belum BAK, aku akan menawari, “Yuk pipis yuk
Kevin pipis mboten?” Lalu menggendong ke kamar mandi tanpa menunggu persetujuannya. 😂
Si K paling ngebatin, Ibuk cerewet banget. 😅
Mengamati Pola BAK pada Malam Hari
Fase ini yang paling menantang. Siap-siap kamar kembali bau pesing setelah sekian lama kadung nyaman dengan diapers karena pada siang hari si K pantang berada di kamar kecuali saat tidur.
Sebelum tidur, aku mengajak si K ke kamar mandi dulu, bisa pipis atau nggak, pokoknya ke kamar mandi. Lalu, setiap kali si K nglilir dan aku sedang ‘sadar’ alias tidak teller berat, aku akan mengajak ke kamar mandi juga untuk BAK.
Aku mengamati, si K BAK pada malam hari hanya dua kali, saat tengah malam dan menjelang shubuh. Jadi, Emak K menguatkan diri untuk bangun di jam-jam itu.
Seminggu berlalu, aku mencoba cuek tidak mengajak si K ke kamar mandi saat nglilir tengah malam, dan, yey, dia bisa menahan BAK sampai shubuh menjelang.
Emak bahagia. 😅
Free Diapers saat di Rumah
Yak! Akhirnya free diapers saat di rumah pada saat usia si K 16 bulan. Hahahaha. Aku belum berani lepas diapers saat bepergian jauh. Meskipun begitu, aku tetap akan mengajak si K ke kamar mandi jika dia bilang ‘Pis’, sebisa mungkin aku tidak berkata, “Kan mpun pake pampers.”
Eh, kapan si K bisa bilang pipis? Setelah dia bisa berkata, “Bis!” untuk menyebut makan atau minumnya yang habis. Saat usia 17 bulan. Ia berkata ‘pis’ sambil memegang kemaluannya. Hahaha, lama ya Ibuk ngoceh-ngoceh pipis dan si K belum bereaksi sehingga Ibuk hanya menerka-nerka saja. 😅
Mengenalkan Adab Bersuci Sejak Dini Secara Bertahap
Setiap tatur, aku hanya mengajak si K ke kamar mandi. Hasil diskusi dengan Abah K, kami bertekad untuk mengajarkan adab dan akhlak beriringan dengan ilmu, termasuk soal adab buang air kecil.
Selain agar tempat lain tidak bau pesing, mengajak si K BAK di kamar mandi juga agar kami mudah membersihkan diri dengan air. Ngompol atau tidak, aku tetap mengajak si K ke kamar mandi untuk disucikan.
Sebenarnya sih niatku untuk bersucu tidak tulus 100%, ada modusnya, aku ingin si K mengerti jika ngompol atau tidak, ujung-ujungnya bakal ke kamar mandi juga, jadi mending pipis di kamar mandi. Mak-mak modus. 😅
Setelah berhasil dengan kamar mandi dan menyiram air, aku mulai mengenalkan posisi BAK dengan duduk.
Jika poin kamar mandi dan menyiram dengan air sudah kami lakukan sejak awal, poin BAK dengan posisi duduk ini baru berhasil 4 hari ini, alias saat si K jelang 19 bulan. Mamak-mamak memang kudu bakoh eung… Errrr.
Sudah? Si K bener-bener sudah mandiri lari sendiri ke kamar mandi saat mau BAK? Belum lah, dia belum bisa melepas celana sendiri. Hahahaha.
Si K sudah nggak pernah ngompol? MASIH. Tetapi frekuensinya ngompolnya jauuuh berkurang. Kadang dia masih iseng ngerjain emaknya, bilang pipis saat dia sudah pipis. Jadi, Mak, tekankan ke anak, “Kalau MAU pipis bilang Ibu, ya.” dengan penekanan super di kata ‘mau’. 😆
Catatan Emak
- Pakaikan celana dalam yang lumayan ketat untuk menampung PUP. Aku belum berhasil potty training sampai sekarang karena aku hanya bisa mengenali ekspresi ngeden dari perubahan wajahnya si K, nggak bisa mengenali dari perubahan bunyi nafas atau apalah itu seperti orang-orang. Jadi masih telat menyadari saat si K pup.
- Komunikasikan ke Orang Terdekat
Komunikan ke orang terdekat, terutama dalam menyebut ‘pipis’, ‘pup’ atau istilah lainnya. Satu kan istilahnya dan minta dukungan.
Si K pernah ngompol lagi seharian setelah diajak Mbah karena aku lupa meminta tolong ke Mbah-nya si K untuk mengajak si K ke kamar mandi jika si K bilang pis. Hiks, sedih, Maaaak. - Setiap Anak punya Masa-nya Sendiri, Tetap Semangat Bagaimanapun progressnya
Semangat, Mak! Lama atau lambat, tetap semangat untuk memberi yang terbaik untuk anak. Aku tetap bangga kepada si K yang baru berhasil free diapers di Rumah saat 17 bulan, meskipun banyak yang berhasil tatur di usia 6 bulan, bahkan kurang.
Peluk erat-erat Mak-Emak yang sedang berjuang untuk toilet training. Daku sedang berjuang untuk potty training. Punya anak memang membuat kita tak berhenti belajar. 😍
noninge
Cepet atuh mbak sejak usia 16 bulan, aku dulu dua anak sekitar usia 24-25bulan hahaha. Alasan awal karena dirumah kontrakan dulu semua serba lesehan dan anak pertama sempat speach delay sampai usia 22bulan. Sedang anak kedua, karena masih riweh ngadepin dua anak yang beda umur cuman 16bulan, hahaha. Tetap semangat mbak!!
widut
Wkwkwkwk, ini juga cepet karena baru megang anak satu,Mbak. 😀