Sudah lama banget aku enggak menulis tentang pengalaman spiritual, ya. Bukan enggak ada pengalaman spiritual yang kualami hingga membuatku jarang menulis tentang tema ini, tetapi karena aku yang malas menulis. Padahal, menulis pengalaman spiritual bisa menjadi reminder di kala lemah iman.
***
Juli minggu kedua, di sore hari yang riuh oleh gelak tawa adik-adik Sanggar Pelangi, aku mendapatkan email notifikasi dana masuk ke Paypal. Gaji abah K selama dua minggu dari klien di Amerika. Aku mengabarkan berita gembira ini kepada abah K, dan berencana untuk membayar semua tagihan keesokan harinya.
Hari itu hari Senin, hari yang paling baik untuk withdrawal dana dari Paypal ke rekening lokal. Jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Aku mendadak teringat jika aku belum melakukan withdrawal Paypal. Sembari menggendong si K, kunyalakan laptop dan melakukan transfer dana dari Paypal ke rekening pribadi.
Jam 9 pagi, abah K mengabari jika dana sudah berhasil ditransfer ke rekening bank lokal.
“Tumben cepat banget ya, Bah?” tanyaku. Biasanya untuk withdrawal Paypal ini membutuhkan waktu setengah hari, bahkan bisa 2-4 hari.
“Iya, ndang ditransfer semua tagihannya.”
Aku segera mengirimkan sejumlah dana untuk membayar tagihan-tagihan. Ada sisa yang lumayan. Abah K berencana untuk membeli hp sebagai pengganti hp yang hancur dibanting si K, juga hpku yang hilang saat lebaran. Kami berselancar di mesin pencari, mengunjungi satu demi satu marketplace.
Pilihan kami jatuh di handphone Sony yang kameranya awet jernih, seperti hpku yang hilang saat lebaran. Spek hp incaran membuat hatiku riang, RAM-nya 3 GB, kamera depan 10 MP, kamera belakang 21 MP. Spek gahar yang bakal menunjang pekerjaanku sebagai blogger abal-abal.
“Kita butuh hape ini untuk apa ya, Yi?” tanya abah K, ragu.
Aku menjawab dengan riang, “Untuk motret produk, lah. Juga untuk install app, hape darurat ini cuma dipasang instagram saja sudah sering error.”
Abah K mengarahkan kursor untuk membeli dan berencana untuk mentransfer melalui i banking saat itu juga. Aku sudah mengambil hape yang digunakan sebagai verifikasi transaksi i banking.
Tiba-tiba…
Ada tamu datang. Agak lama berbincang. Abah K mendekatiku, berkata dengan sangat hati-hati, “Ayi, ada yang mau pinjam.”
“Berapa?” tanyaku, bayangan membeli hp incaran langsung buyar.
Abah K membisikkan sejumlah angka. Jumlahnya 75% dari uang yang tersimpan di rekening.
Aku bimbang.
Abah K tenang.
Menimbang-nimbang.
Keherananku akan cepatnya proses withdrawal terjawab sudah.
“Wis Diatur Gusti Allah ya, Yi?” tanya abah K, retoris.
Kami tertawa bersama.
Mataku berkaca-kaca.
Duhai Gusti….
Pinjaman ini untuk daftar ulang sekolah. Aku melow parah, sebab dulu Ibu juga mengalami harus pinjam sana-sini demi membayar uang pangkal sekolahku yang mahal. Apatah lagi abah K, ceritanya jauh lebih dramatis. Membuatnya tidak tega.
“Memang rejeki hanya titipan, ya, Yi.”
Kami tertawa lagi.
“Kita ini Dilatih sama Allah, biar enggak terlalu menuruti nafsu. Tadi aku sudah ragu, apa kita benar-benar membutuhkan hp.” abah K, seperti biasa, mengajakku merenung. Tentu saja memakai bahasa Jawa.
Ah, iya.
Betapa jika ALlah Berkehendak, sepersekian detik pun tak bisa mengelak. Sepersekian detik kami nyaris transfer untuk membeli hp. Sepersekian detik ia yang membutuhkan mengetuk rumah kami. Siapa yang Mengatur beliau kesini jika bukan Robbuna.
Allahu….
Jadikan hari-hariku penuh syukur.
Penuh berkah.
Allahu….
Kami lemah dan tidak berdaya, aku memohon dengan sepenuh raga dan jiwa, Genggam hati kami untuk selalu menuju ke dalam Ridha dan Cinta-Mu.
***