Ejaan yang Disempurnakan–sekarang PEUBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia) dulu adalah salah satu materi yang menyebalkan. Diulang-ulang dari SD sampai kuliah, tetapi masih saja salah. Dihafalkan setiap kali mau ulangan umum, tetapi begitu ulangan kelar, langsung lupa semua. Setiap materi EYD datang, selalu saja ada kata-kata baru. Entah kata serapan, entah kata pengganti istilah-istilah teknologi yang baru. Jika disuruh memilih, aku lebih memilih mengerjakan integral yang meliuk-liuk daripada disuruh mengarang sesuai dengan EYD.
Eh, sebentar, aku tetap pakai istilah EYD, ya, agar tetap menjiwai masa-masa itu. Hihihi.
Tantangan dari One Day One Post kali ini sungguh mengobrak-abrik hati. Aku hanya fokus menuliskan satu, bukan berarti yang lain tidak bermanfaat. Sungguh, aku hanya membatasi pembahasan agar blogpost ini tidak terlalu panjang. Setiap kali teringat dengan guru-guru yang dulu sering kami gunjingkan karena tugas-tugas beliau, aku mewek diam-diam…
Dulunya kuremehkan, kini menjadi sahabat dalam keseharian.
Dulunya aku mengerjakan tugas beliau dengan misuh-misuh, kini aku diam-diam mengakui jika tugas tersebut sangat bermanfaat bagi kehidupanku. Dulunya aku berat hati ‘mendengarkan’ penjelasan demi penjelasan beliau, kini tidak jarang ada yang memuji karena aku menyandang Hard of Hearing dengan tata bahasa yang sedap dibaca–katanya-. Ya, karena umumnya orang yang memiliki keterbatasan pendengaran mempunyai tata bahasa yang berbeda. Cukup panjang penjelasan tentang tata bahasa khas Tuli, aku akan menulisnya lain kali.
Semua ini karena peran beliau-beliau yang tidak lelah membimbing.
Saat Ibu Guru Pemerhati Kehidupan Menyuruh untuk Mengirim SMS sesuai EYD
Kelas XII SMA, aku ingat betul kala itu, Ibu Maria, guru Bahasa Indonesia menegurku karena bahasa SMS terbawa di semua tulisan-tulisanku. Beliau dengan tegas menyuruhku untuk tetap menggunakan bahasa baku meskipun hanya berkirim pesan kepada teman-teman.
Aku yang sedang bengong karena melihat naskah cerita pendekku dicorat-coret hanya mengiyakan saja tanpa berfikir lebih jauh lagi. Dalam hati aku membatin, hanya mengirim pesan saja harus memakai bahasa baku?
Ibu Maria Rusmiyati Diananingsih dan suamiMakin kesini, semakin terasa manfaatnya. Aku terbiasa menulis baku di blog. Menulis dengan gaya ringan tanpa harus meninggalkan bahasa baku. Meskipun masih ada kesalahan, tetapi tidak banyak yang harus diganti ketika aku menyerahkan naskah kepada klien sebelum ditayangkan di blog.
Ibu Guru Pemerhati Kehidupan yang pertama kali mengenali potensi terpendamku, tidak lelah menyuntikkan penyemangat. Beliau juga memberitahu tentang potensi yang sama sekali tidak pernah kusadari saat menilai gayaku membaca puisi, katanya, Widi paling cocok menyanyi dangdut.
Di saat aku meremehkan suaraku sendiri yang datar dan artikulasinya tidak pas, beliau malah memuji dan menyuruhku untuk mencoba menyanyi dangdut. Pujian yang membuat hidungku kembang-kempis kala itu. Hahaha, lupakan, aku sama sekali tidak berminat untuk menyanyi dangdut.
Kadangkala Hal yang Kita Benci Bermanfaat di Kemudian Hari
Ya, setelah menulis blogpost ini, aku menyadari satu hal. Kadangkala hal yang kita benci sekarang bermanfaat di kemudian hari. EYD yang memusingkan kala masih menikmati bangku sekolah, kini kugunakan dalam keseharian dan menjadi salah satu sumber rejeki.
Siapa sangka bertahun-tahun kemudian, seorang Widi yang diajak berbincang saja kesulitan, sempat diprediksi memiliki masa depan suram karena ditolak saat melamar pekerjaan, kini tetap bisa mengais rejeki dari rumah, tanpa menghilangkan peran sebagai Ibu dari si K.
Aku mulai menata kembali niat untuk belajar sesuatu yang kini terasa sulit. Aku tengah belajar website developper, coding dan desain. Aku tidak boleh menyerah meskipun aku masih pontang-panting di tahun kedua belajar menjadi coding mum wannabe.
Jika EYD yang sudah kupelajari belasan tahun baru terasa manfaat dan lancar menggunakannya di usia seperempat abad, dua tahun belajar serba-serbi pemrograman belum ada apa-apanya, kan, Dut? Hahaha Menyemangati diri sendiri boleh, kan? Tetapi, please, jangan menyuruhku belajar menyanyi dangdut.
Teriring doa untuk guru-guruku, semoga ilmu yang kuserap beranak-pinak memenuhi ladang-ladang amal.