Twitter, Facebook dan media sosial lainnya penuh dengan duka cita 2020. Berawal dari banjir, pandemi Corona dan wafatnya orang-orang terdekat. Tidak sedikit yang mengungkapkan betapa frustasinya berada di tahun ini.
Aku?
Aku memang sedih. Kuakui itu. Enggak ada yang enggak berat menjalani pandemi ini. Enggak ada yang enggak frustasi mendengarkan berita mengejutkan setiap hari, hingga terbesit, lalu apa lagi, Tuhan?
Level stressku terlihat pada postingan blog yang hanya dipenuhi sponshored post, beberapa pekerjaan yang tidak kunjung kuselesaikan, jam nonton si K yang semakin panjang…. .
2020…. dengan berita kehilangan yang menghiasi halaman depan setiap media cetak dan media online. Prediksi-prediksi, dari yang ‘mendingan’ hingga yang terburuk.
Yang mendingan saja sudah membuat otak stress, apalagi yang terburuk. Spekulasi, ramalan, penelitian menghiasi beranda. Orang-orang super hati-hati, orang-orang denial, hingga yang masa bodoh tumplek-blek.
Saling lempar kesalahan. Saling kritik. Mencaci maki.
Dibalik itu semua… .
Ada pemandangan menakjubkan pada setiap kota. Mount everest yang terlihat dari jarak 200 km setelah 30 tahun tertutup polusi. Langit jakarta yang kembali membiru setelah bertahun-tahun abu-abu. Lubang ozon yang mulai mengecil. World War 3 yang terlupakan.
Wabah ini menampakkan mana orang-orang yang tulus dan mana yang mengambil kesempatan. Wabah ini menampakkan betapa di dunia ini orang-orang yang berhati tulus masih bertebaran.
Mereka yang selama ini terkubur dengan berita buruk, perampokan, korupsi…. sekarang ditampakkan di permukaan. Dekat, sangat dekat. Orang yang rela menyedekahkan sebagian besar harta seperti sayyid Abu Bakar di jaman kanjeng Rosul tidak lagi menjadi mimpi tidur.
Mereka nyata.
Barangkali 2020 menyimpan banyak duka. Kita tidak tahu kapan wabah ini berakhir, kita tidak tahu ada apa dibalik semua ini.
Mungkin 2020 ingin kita lalui secepat mungkin. Tahun dimana ada uang tidak menjamin kita bisa jalan-jalan. Tahun dimana uang tidak menjamin terbebas dari paparan wabah. Tahun dimana berdiam diri di rumah dan rebahan adalah hal yang sangat luar biasa dampaknya.
Tahun dimana kita belajar untuk beribadah dengan meninggalkan ritual yang puluhan tahun dijalani. Tahun dimana Tuhan Menampakkan pada ummat-Nya bahwa Ia tidak butuh disembah dengan mengagungkan tempat.
Tahun dimana hingar-bingar menyambut Ramadan terpaksa ditiadakan, berganti dengan menyambut Ramadan dengan hati… hati yang sunyi dan hening. Seolah Tuhan ingin Menyentil bahwa selama ini kita terlalu terbuai dengan ritual.
Aku menulis catatan ini setelah berita kematian memenuhi timeline media sosial. Dari perawat, dokter spesialis, orang-orang terpilih, hingga artis-artis berbakat.
Sebagaimana aku yang sekarang bersyukur atas tahun-tahun pahit yang pernah kulalui dulu. Tahun-tahun ratapan yang baru kusadari hikmahnya bertahun-tahun kemudian.
Mungkin….
Entah kapan, manusia di bumi ini akan menemukan hikmah rentetan kejadian di tahun 2020 ini. Semoga aku masih bisa melanjutkan menulis tentang hikmah-hikmah tahun 2020 ini di tahun-tahun yang akan datang dengan kondisi spiritual, fisik, dan usia yang jauh lebih baik. Keluarga yang lebih harmonis dan dalam naungan cinta-Nya.
Rahayu
Mungkin dalam beberapa tahun ke depan, baru akan ketemu hikmahnya. Mungkin juga beberapa bulan ke depan. Entah.