Wajahnya terlihat panik. Mondar-mandir di teras sembari memegang dada sebelah kiri. Aku menghampirinya, meraba dadanya. Jantungnya berdebar-debar. Kencang, nyaris 150 kali permenit. Aku menatapnya cemas. Memijat punggungnya, merapal doa-doa. Tubuhku mendadak gerah, padahal hari masih pagi di Salatiga yang sejuk. “Ke dokter, ya?” aku membujuk...