Site icon Widi Utami

Ibu Melankolis | Kekuatan dan Bagaimana Berdamai dengan Sisi Negatif Melankolis

Ibu Melankolis

Ibu Melankolis

Melankolis terkenal dengan emosinya yang mendalam. Feeling menjadi kekuatan bagi seorang Ibu melankolis. Ia mempunyai perasaan yang sangat peka, mudah tersentuh, tetapi di sisi lain, seorang melankolis mudah terpancing. Aku menyadari jika aku seorang melankolis sejak SMA. Dulu aku sangat nyaman menjadi seorang melankolis, ternyata saat menjadi Ibu, cukup banyak yang perlu diutak-atik agar hari-hari yang dilalui enggak njungkir walik. Saat masih single sih kalo perasaan sedang enggak karu-karuan, paling ngurung diri di kamar sudah cukup. Lain hal ketika menjadi seorang Ibu, ngurung diri di kamar, bisa-bisa anak kabur keluar.

Contents

Kekuatan Ibu Melankolis, Proud of Our Selves as a Melancholic Mom

Ciri khas pribadi melankolis adalah perasaannya yang sangat peka, perfeksionis, kreatif dan cenderung introvert. Soal kepribadian melankolis yang mendalam, mbak Arinta Adiningtyas sudah membahasnya di blogpost Si Melankolis. Semua ciri-ciri yang mengarah ke melankolis aku merasakannya, paling terasa saat masa-masa single. Moody banget, perfeksionis dalam segala hal, suka menganalisis sampai-sampai aku sempat menganalisis latar belakang orang berdasarkan ketikan sms-nya.

Saat menjadi Ibu, ada karakter melankolis yang masih kupertahankan karena itu adalah sebuah kekuatan, namun ada kalanya aku harus berdamai kenyataan dan menekan sisi melankolis agar tidak terjadi perang Baratayudha. Umumnya orang memandang ibu yang memiliki pribadi melankolis sebagai ibu yang cengeng, saking pekanya hati. Namun, let me tell you, as a melancholic mom, ada kekuatan seorang ibu dengan karakter melankolis yang harus kita syukuri dan kita asah agar berguna bagi nusa dan bangsa, eh, agar maksimal untuk kebaikan keluarga.

Kita adalah Ibu dengan Kepribadian yang Kuat

Melankolis adalah seorang pemikir yang memikirkan sesuatu dengan mendalam sebelum bertindak. Cukup banyak pertimbangan yang kita pikirkan sebelum melangkah. Dengan pertimbangan yang cukup panjang, kita bisa menjadi ibu dengan kepribadian kuat.

Kepribadian kuat ini akan membuat pola pengasuhan ibu dengan melankolis cenderung stabil. Ia tidak mudah goyah dengan sliwar-sliwer artikel tentang pengasuhan karena sudah cukup yakin dengan pola pengasuhan yang sudah diambil dan dipertimbangkan matang-matang. Enggak cuma perihal pola asuh, ibu dengan karakter melankolis juga tidak mudah terganggu berita simpang siur. Butuh opini mendalam, atau bahkan jurnal untuk mengubah keyakinannya.

Ibu Melankolis Perencana Ulung

Melankolis adalah seorang penganalisa tajam dan perencana yang ulung. Ia bisa mencanangkan tujuan keluarga yang ingin dicapaii secara umum. Namun, ibu melankolis enggak mau diatur dengan target-target. Ibu melankolis memang sanngat detail merencanakan sesuatu tetapi ia adalah penikmat proses.

Ibu melankolis tahu benar tujuan keluarga yang ingin dicapai, tetapi ia menikmatinya dengan proses sedikit demi sedikit dan masih dalam koridor untuk mencapai tujuan umum tersebut. Untuk mencapai tujuan dengan segera, seorang ibu melankolis butuh digandeng oleh partner. Abah K adalah paduan koleris-plegmatis, si tegas nan santai, beliau lah yang ‘menggembleng’ dan mencanangkan target untuk tujuan besar yang telah kubuat sendiri.

Mempunyai Standar Tinggi sebagai Seorang Ibu dan Istri

Aku menyadarinya jika aku adalah seorang ibu dengan standar yang tinggi ketika mempunyai anak pertama yang pada akhirnya membuatku baby blues karena tidak bisa mencapai standar yang kubuat sendiri. Meskipun standar tinggi tersebut membuat baby blues, disisi lain standar tinggi dari ibu melankolis akan memastikan bahwa keluarganya tetap on the track.

Mungkin beberapa kali akan melenceng dari standar, namun seorang ibu melankolis akan merasa bersalah ketika keluar dari standar ideal yang telah ia yakini sendiri dan berusaha untuk memperbaiki arah. Memaafkan ketika anak kebanyakan nonton tetapi akan terus berusaha agar anak kembali ke batasan yang telah ditetapkan.

Ibu Melankolis Pengolah Informasi yang Handal

Ibu melankolis adalah ibu dengan analisa yang tinggi. Ia mampu mengolah informasi yang berkeliaran dimana-mana lalu mengambil kesimpulan dengan pertimbangan yang telah ia punya. Ya… Ibu melankolis cenderung mempunyai ingatan yang kuat, apalagi ingatan yang menyenggol perasaan. Hahahaha

Kekuatan analisa ini kalau kita manfaatkan akan sangat berguna bagi keluarga kita. Kita bisa saja memadukan teori pendidikan a-z untuk kemudian diambil kesimpulan dan diterapkan di dalam keluarga sesuai dengan kondisi keluarga masing-masing.

Rela Berkorban dan Setia

Seorang melankolis adalah seorang ibu yang rela berkorban untuk orang yang disayanginya. Ia cenderung setia dan sulit beralih ke orang lain. Bagi seorang ibu melankolis yang sangat perasa, perselingkuhan dan poligami sungguh tidak bisa diterima. Jika sudah menyayangi seseorang, seorang melankolis akan perhatian dan mencurahkan rasa sayangnya dengan tindakan.

Rela berkorban dan setianya membuat ibu melankolis mampu bertahan dalam kondisi sulit meskipun ia tidak bisa menutupi murung dan rasa sedihnya. Sedih ya sedih, lapo pura-pura senang? Eh. Padahal kalau senang ya paling Alhamdulillah dan senyam-senyum, enggak ada acara jingkrak-jingkrak heboh. Perasaan seorang melankolis itu kalau seneng, nangis. Terharu, nangis. Sedih juga nangis. Hahaha

Sebagai seorang introvert, perasaan kita cenderung ‘beradu’ di dalam dan sulit untuk diekspresikan keluar. Bahkan, pada melankolis ekstrem, perasaan yang menonjol cenderung pemurung dan sedih. Jaman SMA, aku sulit untuk tertawa lepas. Paling-paling tersenyum simpul. Namun sekalinya baper dan nangis, langsung sembab dan bengkak matanya.

Berdamai dengan Sisi Negatif Melankolis

Saat ngobrol di Grup WhatsApp BloggerKAH, mbak Arin nyeletuk, “Kenapa sih melankolis kok yang keliatan negatifnya.”. Iya sih, banyak tulisan yang bilang kalo melankolis itu pendendam, rawan stress karena pemikir dan sulit melupakan kesalahan orang lain.

Aku pribadi mengakui jika memang ada sisi melankolis yang jika muncul dengan sangat ekstrem akan membahayakan diri sendiri dan orang lain. Bahkan sebagai ibu dengan karakter melankolis, ada sisi dimana aku harus berdamai dengan keadaan dan menekan sisi melankolis.

Berdamai dengan sisi negatif yang kumaksud disini adalah bagaimana kita mengatasi sisi negatif melankolis agar tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain. Mengakui bahwa tidak semua yang kita rasakan harus dituruti, ada kalanya kita harus merelakan diri untuk berdamai dengan keadaan.

Kita punya sisi negatif sebagai melankolis, tetapi kita punya sisi kuat rela berkorban yang bisa kita gunakan untuk tarik-ulur ketika keadaan tidak nyaman.

Berdamai dengan Perasaan Kecewa

Melankolis punya standar tinggi sekaligus perasa. Ketika suatu standar yang telah ditetapkan tidak tercapai, rasanya keronto-ronto, kalau orang bilang. Kecewa yang butuh proses untuk berdamai dengannya. Tarik-ulur ini harus sering dilatih sejak menikah dan punya anak. Berdamai dengan rasa kecewa, berlatih untuk tidak menumpuk rasa kecewa terus-menerus dengan menyalurkan perasaan kecewa ke hal lain.

Aku masih ingat, dulu aku selalu sedih, kesal, ketika anak dan pasangan tidak sesuai dengan standar yang kuharapkan. Sedihnya sampai ekstrem, wong sampai kebawa nangis berhari-hari. Lalu aku sadar diri jika kita tidak lagi menghadapi diri sendiri doang, berkeluarga berarti siap terikat dengan orang lain yang artinya siap dengan orang lain yang tidak bisa selalu sesuai standar kita.

Pasangan kita adalah orang yang berbeda dengan kita, berbeda isi kepalanya, berbeda latar belakangnya. Anak-anak kita memang lahir dari rahim kita, tetapi ia mempunyai jamannya sendiri, dengan teknologi dan pola pikir yang berbeda dengan pola pikir kita. Pelan-pelan, aku belajar untuk memaklumi dan mengolah rasa kecewa.

Aku menyampaikan secara terus terang apa yang kupikirkan tentang pasangan dan anak-anak, tetapi aku tidak lagi memaksa agar anak-anak dan pasangan sesuai 100% dengan standar yang telah kutetapkan. Seni tarik-ulur mengolah standar dan rasa kecewa membuat hidupku lebih tenang dan tidak lagi murung berkepanjangan ketika ada yang tidak sesuai standar.

Tarik Ulur Perfeksionis, Fokus pada Proses

Ibu melankolis perfeksionis dan rawan stress jika tidak mampu mengolah sisi perfeksionisnya. Pergolakan emosi karena terlalu perfeksionis ini kurasakan banget saat pertama kali menjadi ibu yang berujung pada baby blues. Saat itu aku sadar diri, kita tidak selalu bisa menjadi perfeksionis dalam segala hal tanpa kolaborasi dengan orang lain.

Menurunkan standar.

Satu kunci yang kupegang sekarang agar tetap waras. Menurunkan standar anak harus diasuh sendirian, mencari bantuan orang lain barang setengah hari, jadi aku masih bisa berdamai jika waktu anak bersamaku jauh lebih banyak dan kondisiku stabil.

Aku tidak lagi melihat diri sendiri, anak dan pasangan sebagai orang yang harus kutuntut dengan standarku. Aku kini memanafaatkan kekuatan melankolis yang menikmati proses, untuk berubah sedikit demi sedikit menjadi lebih baik. Tidak lagi melihat anak orang sebagai pembanding, namun melihat prosesnya.

Rela Berkorban tanpa Menyakiti Diri Sendiri

Ibu melankolis rela berkorban. Bahkan jika harus menderita sekalipun, ibu melankolis rela melewatinya. Tetapi, rela berkorban disini kadang kala menyakitkan sekalipun untuk anak. Aku punya ibu melankolis juga, beliau rela mengorbankan apapun demi anak.

Namun, ada suatu masa dimana ibu mengungkit pengorbanannya dan aku sakit hati. Bukan karena aku enggak tahu diri akan pengorbanan ibu, tetapi karena ibu terus-menerus mengulang tentang pengorbanan untuk anak-anaknya, aku merasa jika kelahiranku membuat ibuku menderita.

Aku tidak mau terjadi padaku. Aku memang rela berkorban untuk orang lain, tetapi tidak dengan menyakiti diri sendiri. Aku membuat batasan agar aku tidak merasa menjadi si yang paling berkorban, si yang paling menderita. Aku ingin sama-sama bahagia. Memang ada hal-hal yang harus dikorbankan, tetapi tidak harus sampai membuat berdarah-darah.

Kita Memang Introvert, Tapi Ada Nilai-nilai yang Kita Harus Berdamai dengannya

Melankolis seorang introvert, butuh energi besar untuk bertemu dengan orang lain. Dulu aku hepi-hepi saja karena aku bisa memilih sendiri dengan siapa aku bertemu dan berinteraksi yang sefrekuensi. Ternyata, setelah menikah dan punya anak, kita enggak bisa seidealis dulu untuk memilih berinteraksi dengan orang-orang yang membuat kita nyaman saja.

Ada PKK… Ada tetangga… ada klien suami… ada teman kerja suami… ada boss suami dan keluarganya… ada saudara ipar… ada saudaranya ipar…. ada banyak yang harus dijaga silaturrahimnya. Belum urusan teman dan keluarga temannya anak-anak, belum guru-gurunya. Mana bisa terus berlindung di balik tempurung kenyamanan seorang introvert. Hahaha

Aku sedang belajar berdamai. Tetap bersosialisasi meski membatasi diri. Setelah berkumpul atau bertemu dengan orang lain, aku harus kembali menyepi untuk mengumpulkan energi. Aku tidak bisa maraton menghadiri kegiatan a to z, aku harus memperhatikan slot waktu untuk mengumpulkan remah-remah energi yang keluar selama berinteraksi.

***

Tes kepribadian tidak 100% akurat, tetapi bisa membantu kita untuk mengulik mana yang perlu diasah, mana yang perlu ditarik ulur agar menjadi pribadi dengan energi positif yang maksimal.

Dear kamu semua ibu dengan kepribadian apapun, selalu sempatkan diri untuk menikmati hidup dan berbahagialah.

Exit mobile version