Site icon Widi Utami

Surat untuk Menenangkan Hati yang Sedang Down

Hai kamu, rasanya dunia sedang tidak adil, ya. Surat untuk menenangkan hati yang sedang down ini adalah dialog hatiku dengan diriku. Aku sering berdialog sendiri, seolah sedang berbicara dengan sosok diriku yang lain. Yah, setiap orang mempunyai tantangan sendiri, pun aku. Aku yang Hard of Hearing seringkali dihadapkan dengan kondisi yang tidak ramah HoH.

Rasanya sudah males, enggak pengen ngapa-ngapain lagi. Biasanya aku memberikan jeda kepada diriku sendiri untuk menikmati rasa sedih, kecewa, malas. Enggak tentu berapa lamanya, tetapi dengan dialog seperti surat untuk menenangkan hati yang sedang down ini, aku pelan-pelan bisa kembali bergerak. Nikmati prosesnya, jangan denial rasa yang tengah dialami. Its ok to be not ok.

Surat untuk Menenangkan Hati yang sedang Down

Hai kamu, apa yang sedang kamu rasakan sekarang? Sedih karena merasakan kegagalan yang beruntun? Rasanya sudah mengerahkan semua yang dipunya, bahkan mengorbankan kesenangan kita, tetapi toh, keberhasilan belum berpihak kepada kita?

Kecewa dengan diri sendiri, kenapa sih kok bisa begini? Kenapa enggak bisa berusaha lebih keras lagi? Kecewa karena enggak sekuat yang kita kira? Kecewa karena ternyata kita serapuh ini? Kenapa enggak sekuat orang-orang di luar sana?

Marah. Marah dengan keadaan yang tidak menguntungkan diri kita? Marah dengan orang-orang sekitar yang tidak men-support, malah cenderung menjatuhkan kita?

Hai kamu, kamu tidak sendiri. Peluk. Its okay to be not okay. Tidak mengapa kita mengambil jeda sejenak. Kadang-kadang kita butuh berteduh ketika mentari sangat menyengat. Meneguk air dan mengistirahatkan diri, untuk kemudian berjalan kembali dengan semangat dan energi yang lebih baru.

Hai kamu, mungkin ini terasa berat. Tetapi, kadang kala kita perlu menoleh ke belakang. Sudah begitu banyak hal yang kita lewati dan kita berhasil melaluinya dengan baik. Mengingat tangguhnya kita belajar berjalan, jatuh… bangun lagi. Jatuh, bangun lagi… tidak peduli lutut yang sakit, tidak kapok kepala yang terbentur. Kita tetap tertawa riang setelah menangis sejenak. Mengingat masa kecil, mengingatkan betapa menggemaskannya kita dulu….

Hai kamu, mungkin terasa sulit untuk memaafkan diri dan orang lain. Tidak mengapa kita mengambil jarak sejenak. Memberikan ruang pada hati untuk memaafkan pelan-pelan… seperti sayatan luka, yang menyembuhkan diri dengan bertahap dan tidak terburu-buru.

Hai kamu, mungkin terasa sekarang semua terasa memuakkan. Rasanya tidak ada yang memahami apa yang sedang kita rasakan. Yha, memang setiap orang mempunyai pikiran dan perasaannya sendiri. Tidak mengapa, barangkali mereka hanya butuh waktu untuk menerjemahkan perasaan kita, pelan-pelan… atau mungkin kita butuh untuk berbicara mengungkapkan apa yang kita rasa. Tidak harus sekarang, mungkin nanti ketika hati kita lebih siap. Semoga dengan mengungkapkan apa yang kita rasakan dengan tenang, orang-orang bisa lebih memahami tanpa harus menghakimi.

Hai kamu, mungkin hati ini merasa, kenapa diri ini rapuh sekali. Ah, barangkali kita lupa jika kita ini manusia, yang tercipta dari tanah, dengana hati yang begitu lembut…. agar kita selalu kembali kepada-Nya, mengingat Dia yang Maha Kuat ketika kita rapuh. Mengakui betapa kita lemah, meminta kekuatan dari-Nya, untuk menghadapi hari-hari yang mungkin tidak mudah.

Surat untuk Menenangkan Hati

Hai kamu, terimakasih sudah memberi kesempatan kepada diri untuk merasakan emosi negatif. Terimakasih karena kamu tidak melupakan sisi manusiawi. Tidak apa kita mengambil jarak dan jeda dulu. Kabari aku jika kamu sudah siap untuk kembali melangkah dengan riang, kita akan bergandengan tangan bersama-sama menapaki satu-demi satu tantangann hidup.

Exit mobile version