Site icon Widi Utami

Setiap Anak Spesial, Setiap Bayi punya Cerita

Setiap Anak Spesial, Setiap Bayi punya Cerita

Setiap Anak Spesial, Setiap Bayi punya Cerita

Meskipun kelahiran anak kedua sudah dipersiapkan cukup matang dengan kondisi psikologis dan ekonomi yang lebih matang daripada kelahiran anak pertama, nyatanya toh, Hada mempunyai tantangan sendiri dalam pengasuhannya. Aku pun mengakui jika ada hal-hal yang memang menjadi akibat dari keteledoranku. Memaafkan diri yang memang tidak sempurna, tetapi tetap saja aku harus mengakui jika rasa bersalah itu tetap ada.

Hada dan Kontraksi yang Datang Sebelum Waktunya

Hada lahir saat kalender kehamilan baru saja mencapai garis start 37 weeks. Iya, Hada lahir di tepat 37 weeks jam 02 dini hari. Jika menurut ilmu kedokteran, maka dianggap 36 weeks. Doulaku sempat menyangka aku hanya mengalami kontraksi palsu dan mengajak berdoa agar melahirkan satu minggu lagi.

Hati kecilku berkata jika ini bukan lagi kontraksi palsu, Aku mengingat-ingat kenapa kontraksi datang terlalu dini padahal kami belum sempat menjalankan program induksi alami. Doula bahkan baru berata jika akan memberi tugas untuk induksi alami seminggu lagi.

Nyatanya, Hada memberikan sinyal lebih awal daripada prediski. 3 minggu lebih awal dari Hari Perkiraan Lahir. Tubunya mungil, 2.7 kilogram. Aku memantau perkembangannya dengan hati yang kebat-kebit. Merapal doa lebih sering.

Kepala Peyang Sebelah yang Membuatku Kebat-kebit

Setiap anak spesial, setiap bayi punya cerita itu nyata adanya. Bahwa anak kedua akan lebih gampang karena ibu sudah mahir bagiku hanya mitos belaka. Aku terus belajar karena kasus Hada dan Kevin berbeda. Pengalaman saat menghadapi Kevin ternyata sempat membuatku fokus pada satu hal; berat badan.

Aku fokus menggempur asi karena saat bayi Kevin dulu pernah mengalami berat badan stuck. Aku memperhatikan benar-benar standar kenaikan berat badan di KMS. Menghitungnya apakah sudah sesuai grafik pertumbuhan atau belum.

Lalu, aku melupakan bahwa kepala Hada masih ringkih.

Gusti.

Terlalu lama menyusui dengan menghadap ke arah kanan membuat kepalanya peyang sebelah. Berkebalikan dengan Kevin dulu yang aku fokus ke kepalanya karena kepalanya lonjong kejepit jalan lahir, Hada justru alpa memperhatikan kepalanya.

Hada kini 3 bulan. Kepalanya peyang sebelah. Saat lahir mulus, bulet, yang membuatku bersyukur karena tidak lagi lonjong seperti Kevin, eh, malah alpa kujaga. Hahaha, ternyata menjadi Ibu begitu banyak hal yang harus diperhatikan.

Aku berfikir mungkin perkara kepala peyang ini sudah cukup terlambat. Tetapi aku tidak ingin menyerah. Kutuliskan cerita ini di blog sebagai pengingat sekaligus penanda, apakah ikhtiar yang kulakukan sekarang di usianya yang sudah tiga bulan bisa membuat kepalanya tidak lagi peyang sebelah.

Tidak ada terapi khusus. Aku hanya memperbaiki posisi tidurnya, lebih sering pidah-pindah posisi menyusui, dan mengelus-elus kepalanya setiap mandi sembari memberikan kata-kata positif, “Hada anak sholih, ganteng, cerdas dan migunani.”

Setiap Bayi Punya Cerita, Ibu tidak Dituntut untuk Sempurna

Menargetkan standar tertentu kadang malah membuat hal lain alpa. Menargetkan menjadi ibu serba bisa, membuatku sulit mengontrol emosi dan sering menyalahkan diri. Ini buatku, lho, ya. Jangan dijadikan standar karena aku tidak suka menyetrika sehingga perkara baju rapi akan menghabiskan energi yang luar biasa. Hahahaha

Memaklumi diri yang tidak sempurna. Memaafkan kealpaan yang sempat menyapa. Ah iya, ini bukan berarti jalan ditempat dan tidak berusaha untuk memperbaiki diri. Please, ini lain cerita. Pada kasus ini, aku hanya ingin menikmati hidup, menikmati peran sebagai ibu dua anak yang memilih untuk menikmati waktu bersama anak dan tetap mempunyai waktu untuk melakukan hal-hal yang bahagia.

Exit mobile version