Site icon Widi Utami

Proyek Keluarga, Kemana Biduk kan Dikayuh

Proyek Keluarga, Kemana Biduk kan Dikayuh 1

Kuliah Bunda Sayang Batch 5 masuk ke level 3. Dimulai saat kami masih tenggelam dalam nuansa lebaran. Boro-boro membuat to do list untuk mencapai target lulus level, sempat membaca materi di Google Classroom saja sudah menjadi berkah tersendiri.

Family Project, level dimana kami belajar untuk memetakan proyek yang melibatkan keluarga, memetakan kecerdasan mana yang akan distimulasi dalam 17 hari tantangan. Awalnya, aku bertekad untuk mengikuti tantangan dengan semangat meski terkendala sinyal dan seabrek agenda lebaran.

Hari pertama, aku posting agak siang. Hari kedua pagi-pagi benar sebelum beraktivitas. Begitu juga hari ketiga dan keempat. Hingga… kesibukan pasca lebaran dan sensasi GERD yang menyerang abah K setelah makan olahan ketan, membuat emak K enggak sempat menulis proyek-proyek yang kami jalankan.

Tunggu, apakah aku sudah mulai mencari pembenaran?

Tentang Sebuah Proses Mengayuh Biduk Keluarga

“Kamu ikut kelas untuk apa, Yi? Untuk mendapatkan pujian?” tanya abah K, suatu malam saat aku merasa hopeless enggak bisa mengikuti kelas seperti biasa.

Aku menggeleng, “Tentu tidak. Meski ya, aku suka mendapatkan pujian tetapi itu bukan tujuan utama.”

Lalu, hari-hari kami disibukkan dengan proyek-proyek keluarga yang beragam. Malam-malam kami riuh dengan diskusi dan evaluasi. Sesekali diskusi terlihat alot hingga mbak ipar menyangka kami sedang bertengkar. Saking enggak pernah teriak-teriak, diskusi alot membuat orang lain menyangka kami bertengkar.

“Kita travelling, nabung konten. Kamu yang nulis, aku fokus di kerjaan kantor dan optimasi Adsense.” Ujar abah K.

“Jadi catatan mbolang harus ada di blog?”

“Iya, termasuk tugasmu di kelas IIP.”

Aku mendelik. Yang benar saja.

“Ndak perlu banyak-banyak, kayak kamu nulis di fesbuk gitu sudah cukup, Yi. Tiga ratus kata saja juga enggak apa-apa.”

Waduk Grobogan Bojonegoro

Oke, proyek satu keluarga kami di bulan syawal, #MbolangBarengsiK. Cukup banyak yang kami kunjungi, Taman Seribu Lampu-Cepu, MC Edupark Cepu, Agrowisata Belimbing Bojonegoro, Waduk Grobogan-Bojonegoro, Ademos Delokgede-Bojonegoro, Kracaan-Niagaranya wing Bojonegoro, Sawah, Sungai, Pondok Pesantren Al Anwar lamongan, Makam sayyid Ibrohim Asmaraqandi, hingga Bledug Kuwu-Grobogan.

Sayang, yang kutulis cuma lima biji. Sensasi GERD yang menyerang abah K di malam hari membuatku harus full mendampingi dan menyingkirkan waktu menulis. Di sela-sela mendampingi abah K, kami masih sempat ngobrol tentang pola hidup sehat Food Combining yang tengah kami jalani.

Siapa sangka, kegagalanku berbagi tentang proyek keluarga #MbolangBarengsiK ternyata mengantarkan kami ke proyek keluarga lain yang tidak kami sadari.

Kami bertekad untuk bergerak aktif mendampingi teman-teman yang berjuang untuk sembuh, saudara yang tengah di uji sakitnya, juga sahabat abah K yang meninggal bulan Ramadhan kemarin. Proyek keluarga kedua hadir di saat kami menghadapi sakit GERD, #SehatBareng-bareng.

Pola Makan Food Combining

Abah K aktif berbagi tentang pengalamannya menghadapi GERD, aku aktif berbagi tentang pengalamanku mendampingi Orang dengan GERD. Ternyata tidak sedikit yang baru menyadari jika selama ini sakit GERD, bahkan ada yang menyangka jika selama ini disantet karena saking judegnya menelusuri kenapa jantung berdegup kencang, kenapa kematian serasa sangat dekat.

Chat WhatsApp dan Messengerku penuh dengan curhat dan sharing seputar food combining dan GERD. Salah satu topik chat dimana abah K akan dengan senang hati membantu membalas chat yang masuk. Beliau sangat menikmati proyek keluarga di bidang healthy life ini. Betapa aku bahagia karena kepeduliannya dengan orang lain merupakan pertanda jika GERD pelan-pelan pergi dari ususnya.

“Ada hikmahnya ya aku sakit?”

“Iya, kita jadi lebih peka sekarang, juga lebih kompak. Hehehehe.” Sahutku.

Ya, memang kadang kadangkala peristiwa yang terlihat buruk, menguras emosi, melelahkan, ternyata adalah sarana untuk menemukan jati diri keluarga, menemukan kearah mana keluarga akan dibawa, juga… menyatukan visi-misi keluarga.

Kadangkala badai yang menerjang membuat penghuni kapal menyatukan tekad kemana kapal kan dikayuh, kearah mana kapal kan dibawa. ‘Memaksa’ penghuni kapal untuk mengerahkan tenaga sekuatnya untuk keluar dari terjangan badai.

Family project hanya sekedar nama, tidak lebih. Ianya berangkat dari aktivitas keluarga yang dijalani dengan sepenuh jiwa, riang dan gembira. Ianya ditemukan setelah menjalani proses yang panjang. Menyatu dalam gerak-gerik keluarga. Bahkan kadang tanpa disadari, saking mengkristalnya ia dalam sanubari.

Gagal di Level 3-Family Project, Tidak Lantas Membuat Kami Berhenti untuk Bergerak

Ya, aku gagal di level ini. Aku hanya mampu menyetor 5 tulisan dari 10 tulisan minimum yang ditargetkan untuk lulus level. Alasannya? Banyak pembenaran yang bisa kuutarakan dan itu akan menghabiskan belasan menit waktumu untuk membaca.

Perkenankan aku untuk berterimakasih ke orang-orang hebat yang telah bersinergi menyusun Family Project Level 3 di Bunda Sayang ini; terimakasih telah membuatku berlatih untuk mengubah ujian yang kuhadapi menjadi tantangan sebagai proyek keluarga yang menyenangkan.

Juga,

Membuatku bersyukur memiliki keluarga kecil yang saling mengingatkan untuk bergerak dan berkembang bersama-sama. Level 3 sudah usai, tetapi aku akan terus melanjutkan untuk menulis konten yang sedianyan ingin kusetorkan di Bunsay Level 3. Setidaknya, abah K enggak merasa sia-sia tenaga dan uangnya yang kami gunakan untuk mbolang. Hahaha.

Salam!

Emak K

Exit mobile version