Site icon Widi Utami

Nang, Ibu hanya Jenuh

Nang, Ibu hanya jenuh. Bukan tak sayang. Kubiarkan kau diajak abah sesorean, sebab jika jenuh melanda, amarah gampang menggelegar. Hanya gara-gara kautak kunjung berhenti berendam saja, rasanya dada bergemuruh. Ibu tak mau kaujadi korban.

Nang, Ibu hanya jenuh. Bukan tak mensyukuri menjadi full time mother seperti kata orang-orang. Berkutat pada rutinitas itu-itu saja, rasanya Ibu ingin menyegarkan pikiran sejenak. Sekedar memanjakan diri dengan es krim coklat bertabur mete.

Nang, Ibu hanya jenuh. Bukan tak menikmati peran sebagai Ibu. Kadangkala rasa bersalah itu mencengkeram karena merasa tak mampu menjadi ibu ideal bagimu. Tak mom-able, kata orang. Pertanyaan-pertanyaan itu kerap kali bertandang, kenapa ibu tak sekuat Mamak atau Mbah Dok, ya? Apakah Ibu terlalu manja? Padahal pekerjaan Ibu saat mengasuhmu jauh lebih ringan daripada pekerjaan Mamak jaman mengasuh Ibu atau Mbah Dok jaman mengasuh Abah?

Nang, Ibu hanya jenuh. Mungkin ini hanya perkara waktu saja. Kadangkala rindu saat masih bebas kesana-kemari tanpa terbayang-bayang tanggung jawab di rumah. Sungguh, ini bukan karena tidak mensyukuri anugrah tak ternilai bernama anak. Komentar-komentar jika Ibu tidak bersyukur atas keberadaanmu, apalagi ditambah dengan daftar a b c d yang belasan tahun menanti hadirnya seorang anak, sungguh hanya sesuatu yang dipaksa nyambung.
Nang, Ibu hanya jenuh saja. Abah yang membiarkan Ibu sendirian di kamar menyimak update sesembak artis di Lambe Turah, menikmati timbunan buku atau menulis draft untuk blogpost sudah lebih dari cukup untuk membuat pikiran Ibu kembali waras dan bersiap untuk kembali menikmati waktu bersamamu.

Nang, Ibu hanya jenuh saja. Ibu sangat menikmati saat-saat Ibu bercengkerama dengan bumbu, sayur, dan dapur tanpa kauganggu. Membiarkanmu diurus Abah, dari mandi hingga makan. Bukan karena Ibu takmau lagi menikmati bau keringatmu, tetapi itu hanya satu diantara sekian cara untuk memberi jeda agar Ibu tak kehilangan kendali saat kausemakin kreatif dari hari ke hari. Jujur saja, Nang, saat Abah turun tangan mengasuhmu tanpa dikomando, saat itu cinta Ibu kepada Abah semakin berlimpah-ruah. Ya, sesederhana ini alasan untuk jatuh cinta berkali-kali.

Nang, jika kelak kaumenemukan wajah istrimu yang tak biasa, barangkali ia sedang merasakan apa yang dirasakan Ibu sekarang. Segera ambil alih anakmu barang sejenak, biarkan istrimu melakukan apa yang ia suka agar anakmu tak menjadi sasaran.

Iya, Nang, kebanyakan kekerasan seorang Ibu kepada anak, bermula dari kejenuhan yang tak dipedulikan. Sungguh, tidak ada satu pun Ibu yang ingin menyakiti anaknya, jangankan memukul, sekedar menaikkan pitch suara saja sudah membuat seorang Ibu merasa berdosa sepanjang hari.

Nang, semoga kejenuhan Ibu hanya sampai pada titik mendiamkanmu saja, jangan sampai naik ke titik-titik berikutnya. Semoga Abah tetap menjadi partner terbaik untuk mengurai kejenuhan yang melanda.

Exit mobile version