Site icon Widi Utami

Milestone Bukan untuk Dibanding-bandingkan

Milestone Bukan untuk Dibanding-bandingkan 1

Halohaaaa, BloggerKAH kali ini curhat! Maafkan postingan yang terlambat.

Kok si K kurusan? Dulu kan gemuk. Itu yang lahirnya selisih satu kilo sama si K, sekarang aja gemuk, kok. Masa kalah?

Are you ever heard a similiar tense like that?

Huh, sering. Kelar urusan berat badan, muncul urusan MPASI, ntar nongol lagi soal merangkak, jalan, dan… ketika si K mulai ongkang-ongkang kaki, ada yang komentar jika dia minta adik! HAHAHA, ijinkan aku tertawa. 😀

Saat si K baru lahir, kepala si K lonjong karena aku sempat berhenti ngeden. Bisa ditebak, ada satu-dua orang yang berkomentar, “Makanya, kalo ngeden itu yang kuat dan lama, sekarang kepalanya K lonjong, kan?”

Bertambah lagi penyebab baby blues saat obras belum kering sama sekali, aku diserang kekhawatiran jika kepala si K nggak bisa seperti kepala orang kebanyakan.  Lu orang tahu nggak rasanya di ruang persalinan dibentak-bentak bidan dengan mata melotot dan aku nggak ngerti mereka nyuruh ngapain, hah? Duh, Nang, maafkan Ibumu ini, ya.

Sekarang si K berumur 9 bulan, bentuk kepalanya sudah lumayan meski masih benjut sebelah. Selesai? Belum, komentator terlalu jeli untuk mencari celah. HaHaHa.

Kok BB-nya turun, anak si b sekarang gemuk lho? Kok tubuhnya lunak? Kenapa nggak digempur formula saja agar BB-nya sedikit naik? Kok giginya belum tumbuh? Kok…

Entah, rasa-rasanya sering berseliweran komentar tidak perlu yang menjurus ke membandingkan anak a dengan anak b. Kurus salah, gemuk juga salah.Masih mending jika komentarnya dibarengi dengan saran yang membangun, tetapi jika hanya sekedar nyinyir dan membandingkan? Apalagi jika ditambahkan kata-kata yang menyalahkan Emaknya. Hal ini sangat menyebalkan, kan kan?

Untungnya, abah K selau mewanti-wanti jika kita ini adalah orang tua pembelajar. MAKA SALAH ADALAH SEBUAH BENTUK PEMBELAJARAN. Tidak ada yang perlu dipikirkan dalam-dalam tentang komentar orang lain, meski ada baper-bapernya, tetapi biarlah.

Lagi pula, para ahli menyusun milestone bukan untuk dibanding-bandingkan.

Ha? Apa, Dut?

Iya, milestone disusun bukan untuk dibandingkan dengan anak lain, tetapi mengukur kemampuan anak untuk merancang stimulasi selanjutnya. Milestone adalah tingkat perkembangan yang harus dicapai anak pada usia tertentu. Bahasa psikologisnya, tugas perkembangan.

Kayak rapot gitu, jika lebih dari rata-rata, Alhamdulillah, tambah lagi stimulasi perkembangannya agar semakin bersinar. Jika belum mencapai, ayo, cari apa penyebabnya, rancang apa saja yang harus ditempuh agar anak bisa mencapai tugas perkembangannya.

Milestone ini juga berfungsi untuk deteksi dini kelainan perkembangan. Semakin dini deteksi dilakukan, semakin tinggi kesempatan untuk memperbaiki agar perkembangan anak kembali optimal. Sudah sangat banyak kisah-kisah perjuangan tentang orang tua dan anaknya dalam melewati perkembangan yang terlambat hingga sang anak menjadi juara bagi dirinya sendiri.

Ya, anak-anak ini menang melawan keterlambatan perkembangannya.

So, usah baper dengan orang-orang yang hobi komenta nyinyir. Fokus dengan anak sendiri. Fokus dengan perkembangannya dan stimulasi. Jika anak perkembangannya kembali optima, bahkan bersinar terang, kelar hidup tukang nyinyir. :v

***

Yuk mare intip curhatan bloggerKAH lainnya, mbak Arinta Adiningtyas disini, mbak Rani R Tyas disini dan…. blogger tamu kita dari Sulawesi nan jauh di mato tapi dekat di hati, eh, mbak Irawati Hamid disini.

Exit mobile version