Site icon Widi Utami

Menggali Potensi Diri dan Keluarga

Institut Ibu Professional

Institut Ibu Professional

Allah memang keren, Menciptakan segala sesuatu dengan berpasang-pasangan. Suami plegmatis damai yang mampu meredam sisi melankolis istri. Anak perasa yang bisa menjadi bodyguard Ibu berkebutuhan khusus. Sisi ini semakin teasa saat aku merenungi NHW#3 Matrikulasi IIP Batch 6. Dasar Emak K, tugas NHW#3 butuh perenungan dua minggu dan ditulis dalam 3 blogpost!

Lihatlah diri anda, silakan cari kekuatan potensi diri anda. kemudian tengok kembali anak dan suami, silakan baca kehendak Allah, memgapa anda dihadirkan di tengah-tengah keluarga seperti ini dengan bekal kekuatan potensi yg anda miliki.

Contents

Potensi Keluarga si K

Blogpost ini mungkin akan mengarah ke narsisme ya. Hahaha. Enggak apalah, namanya juga meenungi diri, aga bisa memetakan kemanakah langkah ini akan tertuju. Menyatakan visi dan misi keluarga agar tidak saling bertabrakan, syukur-syukur bisa saling mendukung.

Keluarga si K. Foto terbaru saat kami ke Parangtritis 2 bulan yang lalu

Kaidah 4 E dalam Memetakan Potensi

Emak K masih memakai kaidah 4E dalam memetakan potensi ini, tentu saja nonton drakor sampai mblenger enggak masuk potensi ya. Hahaha. 4 E ini adalah Enjoy, Easy, Excellent, Earn. soal 4 E bisa dibaca di blogpost sebelumnya, ya.

Baca Juga: Meraba Potensi Anak di Bulan ke 30 Kehidupan

Menulis dan Ngeblog

Jangan bilang, itu mah sudah tahu, Mak! Hahaha. Ya, menulis ini benar-benar memenuhi kaidah 4E, aku sangat betah menulis di depan laptop sampai 6 jam non stop. Sangat tertantang untuk memecahkan tantangan, bahkan ketika ada yang berkomentar jika tulisanku hanya pantas digunakan untuk bungkus ikan asin, aku malah semakin keras belajar menulis.

Ngeblog semakin menjadi setelah menikah. Sangat klop karena mempunyai suami seorang programmer. Sampai-sampai hadiahnya bukan lagi bunga atau coklat, tetapi sebuah blog self hosted yang sedang kalian baca ini. Dari masang domain, theme sampai penak-pernik lainnya dibuat oleh abah K semua. Hahaha.

Baca Buku

Aku dan si K sama-sama hobi baca buku. Sebenarnya abah K juga suka baca buku, tetapi beliau tidak seekstrem kami. Jika kami dalam sehari bisa membaca 5 buku anak, abah K betah baca ratus ribuan baris coding. Eh

Keluarga kami mempunyai anggaran tetap untuk membeli buku. Bahkan buku menjadi salah satu kado wajib bagi orang-orang sekitar. Bayi baru lahir juga kukado buku, sampai ditertawakan oleh orang-orang–dih, kalian belum tahu manfaat buku bagi janin yang masih di kandung bunda, sih.

Aku sangat suka membacakan buku bagi si K dan anak-anak Sanggar Pelangi. Meskipun suaraku fals ketika menyanyi, tetapi mendongeng dan membaca keras tidak mengenal nada fals. wkwkwk. Maksa.

Jiwa Sosial yang Tinggi

Byuh! Maafkan jika membuat mual atas narsisme ini ya. Sejak masih sekolah, aku sudah bergabung menjadi volunteer. Lulus SD aku mulai membersamai adik-adik di mushola. Lulus SMA sampai sekarang, adik-adik yang ke rumah sekedar untuk menghabiskan waktu dari sore sampai menjelang maghrib.

Abah K yang dilahirkan dalam keluaga sangat sederhana mempunyai hati yang sangat perasa. Beliau tidak tega melihat orang di sekitarnya kesulitan, sampai-sampai tidak tega menolak orang yang meminta bantuan, padahal beliau saja sedang dalam keadaan sulit. Di poin ini kadang emak K bingung, harus ngenes atau bersyukur. Wkwkwk

Tantangan di Lingkungan dan Peluang untuk Berkontribusi melalui Jalan yang Sunyi

Subheading-nya meuni baper. Curhat tersembunyi ye, Mak? Iye-iyein aja, padahal mah iya. Lingkungan di sekitar rumah masih minim semangat literasinya. Gempuran teknologi menerjang dengan sangat cepat, didukung kemampuan orang tua untuk memfasilitasi gadget, ternyata tidak didukung dengan pengenalan teknologi yang maksimal.

Rata-rata menggunakan gadget untuk media sosial dan games. Bisa ditebak bagaimana literacy medianya, butuh diupgrade agar enggak gampang termakan hoax. Aku pernah dibuat jengkel sejengkel-jengkelnya atas ulah seseorang yang dengan mudahnya menghasut orang-orang hanya berdasarkan status di media sosial. Enggak bermaksud nyindir, tetapi ada yang kesindir, eh, dijadikan bahan hasutan.

Pusing pala Mamak.

Tantangan kami ada di pengenalan teknologi yang maksimal, literasi media, melawan games dan penggunaan media sosial yang tanpa aturan. Padahal kalau digunakan dengan tepat, games dan media sosial bisa menghasilkan.

Salah Satu Anak Sanggar Pelangi sedang Membaca

Sanggar Pelangi dan Mimpi Keluarga si K

Kami menyusun mimpi dengan sanggar pelangi. Mengenalkan kepada adik-adik akan buku dan manfaat gadget yang bukan hanya sekedar untuk nge-game dan facebook-an. ‘Memaksa’ orang tua untuk melek teknologi dengan membuat aplikasi Sanggar Pelangi; semacam SIAKAD di kampus. Tidak lupa, mengenalkan pada mereka asiknya membuat berbagai prakarya.

Sedang berjalan menemukan volunteer yang mau mengisi celah yang tidak bisa kami isi, seperti drama, menggambar, melukis, musik dan ketrampilan yang lain.

Jalan kami masih terseok-seok.

Kadangkala lelah dan bosan menerjang. Apalagi jika digempur oleh fitnah orang yang tidak bertanggungjawab;kami memilih jalan sunyi. Biarlah mereka ribut sendiri, asal kami bisa membersamai adik-adik berproses menemukan potensi masing-masing.

Sanggar Pelangi ingin memfasilitasi adik-adik untuk menemukan potensi mereka dengan riang gembira, dengan tetap berpegangan pada kalam Robbuna, mengaji qur’an menjadi titik awal segala aktivitas.

Mungkinkah?

Kami berusaha dan merencanakan semaksimal yang kami mampu. Biarlah Allah yang Menentukan kemana kaki kami akan berhenti.

 

 

Exit mobile version