Site icon Widi Utami

Mengenalkan Uang pada Anak Balita

Mengenalkan Uang pada Anak Balita 2

Emak K beberapa waktu yang lalu takjub. Wow, mengenalkan uang pada anak di bawah lima tahun ternyata menjadi polemik yang cukup alot di kalangan emak-emak. Ada kalangan emak-emak yang menganggap bahwa anak baru boleh dikenalkan dengan jajan dan nominal uang saat anak sudah berusia pre aqil baligh (Sekitar 7 tahunan). Ada pula yang menganggap bahwa konsep uang harus dikenalkan sejak anak masih batita, bawah tiga tahun, lho.

Emak yang memilih untuk tidak mengenalkan anak balita pada konsep uang berpegang anak usia balita harus dikuatkan konsep rejeki dari Robbuna terlebih dahulu sebelum mengenal uang dan jajan. Bagi emak-emak ini, pendidikan financial bagi anak balita tidak melulu tentang uang. Masih ada konsep keinginan dan kebutuhan, menabung, dan bersedekah.

Sementara, emak yang mengenalkan konsep uang sejak dini meyakini bahwa anak sudah harus dikenalkan jika uang adalah alat tukar barang, jika uang kedua orang tuanya terbatas dan harus menahan diri jika membeli suatu barang. Bagi kelompok ini, pendidikan financial pada anak usia balita bisa dilakukan dengan beriringan antara menguatkan konsep rejeki dari Robbuna, mengenal uang dan pernak-pernik financial lainnya.

Lika-liku Lucu Pendidikan Financial pada si K

Saat si K berusia 2 tahun, si K belum kukenalkan dengan uang. Usia 2 tahun belum mengenal angka, jadi aku belum mengenalkan uang, bahkan belum mengenalkan jajan. Hingga suatu hari saat kami bepergian, kami mampir ke warung. Si K tiba-tiba mengambil jajan dan melesat keluar seolah-olah jajan itu miliknya sendiri. Aku kaget dan mengejar si K untuk meminta kembali jajan yang sudah ia ambil.

Saat itu juga, aku berpikir bahwa sudah tiba saatnya si K dikenalkan dengan konsep uang sebagai alat bayar. Dudu warunge mbahe, Rek… Uisin banget aku saat cerita ke yang punya warung kalau tadi mengejar si K yang melesat keluar sambil membawa jajan. Hahaha.

Masalah datang kembali beberapa bulan kemudian saat si K merengek minta uang untuk jajan, sementara invoice belum cair.

“Ibuk, tumbassss…”

“Tumbas apa?”

“Es kyim.”

“Wah, uangnya tinggal empatribu, enggak cukup untuk beli es krim.”

FYI, es krim kesukaan si K adalah es krim cup yang harganya 5k.

“Ambil uang yooo. Ambil uang di ATM.”

Baiklah… sudah tiba masanya untuk mengenalkan kepada si K bahwa enggak bisa semena-mena mengambil uang di ATM. “Kartu ini buat nyimpen uang Ibu, kalau uang di kartu ini habis, kita enggak bisa ambil uang di ATM. Buat ngisi kartu ini, Abah harus kerja, dan Kevin, Ibu, Abah harus berdoa biar rejeki kita lancar.”

Si K paham? Entah, tetapi lumayan sejak saat itu dia tanya dulu kartu Ibu ada uangnya enggak. Hahahaha.

Berkaca dari kejadian-kejadian lucu tadi, aku berada di barisan mak-emak yang mengenalkan konsep uang dan financial sejak anak masih kecil, seiring dengan menguatkan konsep rejeki dari Robbuna.

Mengenalkan Nilai Uang pada Anak Usia 3 Tahun

Si K sudah bisa membaca angka ketika berusia 3 tahun-an. Di usianya yang ke 3.5 tahun ini, aku mulai mengenalkan nilai uang pada si K agar dia tahu bahwa setiap barang harganya berbeda-beda. Bahwa dia bisa membeli permen dengan uang duaribu, tetapi harus menabung cukup lama untuk membeli ekcavator remote. Bahwa es krim tidak bisa dibawa pulang dengan uang koin 500 rupiah yang dibawanya. Bahwa Ibunya cukup cerewet jika ia merusakkan excavator remote, tetapi super selow saat balonnya meletus. Hahaha. Harganya 1000 kali lipat dari harga balon je….

Aku mencari desain uang mainan yang berbentuk file pdf dan mengeprintnya. Saat itu ada empat jenis nilai uang yang ku-print, 10k, 5k, 2k dan 1k. Selain uang, aku juga mengeprint 4 buah gambar Babi.

Bermain Mengelompokkan Nilai Mata Uang

Aku membuat amplop dari kertas bekas sebanyak 4 buah dan menempelkan gambar babi di depannya, lalu menulis nominal uang pada keempat amplop tersebut.

Setelah semuanya siap, aku meminta si K untuk memasukkan uang sesuai nominal yang tertera pada amplop. Aku meminta si K menghitung jumlah nolnya dan memastikan bahwa dia mengelompokkan uang dengan membaca angkanya, bukan mengelompokkan berdasarkan warna dan gambar uang.

Si K cukup antusias, bermain dengan riang meskipun tidak sampai habis semua helai uang. Kami bermain sekitar 15 menit, setelah itu bubar jalan. Namun, 15 menit yang singkat ini membuat si K semakin menghargai uang. Ia tidak lagi melempar-lempar uang kemana-mana, tidak lagi merengek meminta sesuatu ketika aku berkata jika harganya cukup mahal, tidak lagi mengambil Kinderjoy saat jajan karena tahu jika harga Kinderjoy bisa dibelikan 3 buah es krim coklat. Hahahaha.

 

Exit mobile version