Site icon Widi Utami

Mengenal Bahasa Ekspresi, Bahasa Cinta Keluarga

bahasa ekspresi

bahasa ekspresi

Bahasa ekspresi adalah bahasa yang tumbuh dengan natural, disepakati oleh keluarga dan menjadi bahasa cinta khas.Tumbuhnya bahasa ekspresi ini bermula dari gestur yang berulang-ulang (repetisi) ketika mengekspresikan sesuatu, kemudian orang lain akan menandai (notice) maksudnya. Dalam keluargaku sendiri, bahasa ekspresi dulunya sengaja aku ulang-ulang di hadapan si K karena aku kesulitan membaca mulut si K saat si K masih belajar bicara.

Bahasa ekspresi yang aku terapkan kepada si K, lama-lama disadari oleh abah K dan orang lain yang melihat interaksi kami. Si K terbiasa meminta sesuatu atau berbicara dengan gerakan tubuh totalitas, tangan dan tubunya bergerak-gerak untuk mempertegas maksud yang dia bicarakan agar Ibunya memahami.

Bahasa eskpresi tidak hanya bermanfaat bagi Ibu atau anggota keluarga lain yang memiliki gangguan pendengaran, tetapi bermanfaat bagi semua anggota keluarga sekalipun ia bisa mendengar dengan baik. Bahasa ekspresi yang sudah menjadi budaya dalam sebuah keluarga akan membuat anggota keluarga cepat menyadari jika terjadi sesuatu pada anggota keluarga tersebut. Apalagi kalau ada anggota keluarga yang enggak terbiasa mengutarakan perasaan, bahasa ekspresi is the king.

Bahasa Ekspresi pada Anak Balita

Pada anak balita yang masih belajar berbicara, bahasa ekspresi sangat membantunya untuk mengutarakan apa yang ia inginkan kepada anggota keluarga lain. Tantrum pada anak usia dua dan tiga tahun (terrible two dan threenager) umumnya disebabkan karena ia menginginkan sesuatu tetapi tidak ada yang bisa memahami apa yang ia maksud karena artikulasi bicaranya masih belum jelas.

Dulu jaman si K masih usia dua tahunan, eh sekarang juga masih ding, aku mengandalkan bahasa ekspresi ketika si K lapar, minta minum, minta peluk, atau minta main sesuatu. Ibunya yang memiliki gangguan pendengaran ini masih sering salah mengartikan omongan si K, makanya si K memilih menggunakan bahasa ekspresi daripada keburu laper tetapi Ibunya enggak paham-paham. Hahaha.

Bahasa ekspresi membuat anak lebih mengenali ekspresinya sendiri. Bagaimana mengungkapkan perasaannya ketika sedih, marah, senang, gembira, kecewa. Seorang anak yang gagal memahami ekspresinya akan gagal bagaimana menyalurkan ekspresinya, jika ia gagal menyalurkan ekspresi dengan tepat, ia akan menjadi seorang dewasa yang bertingkah seperti anak kecil.

Bahasa Ekspresi pada Pasangan Dewasa

Sebagian besar laki-laki enggak terbiasa mengutarakan perasaan dengan verbal. Gengsinya gedhe. Alih-alih meminta maaf saat melakukan kesalahan, seorang suami umumnya diam saja sampai membuat istri gondok. Emak K enggak tahu berapa persen suami yang tidak t6erbiasa mengungkapkan perasaan dengan verbal, tetapi curhatan di media sosial umumnya mengeluh tentang suami yang tidak peka. Padahal bukannya tidak peka, tetapi memang enggak terbiasa mengutarakan dengan verbal.

Abah K juga termasuk golongan suami yang tidak terbiasa mengungkapkan perasaan dengan bahasa verbal. Seingatku baru satu kali ia menyatakan rasa cintanya secara verbal. Meski kudesak dengan pertanyaan, “Bah, Sayang AYi ndak?” Enggak bakal dijawab meski sekedar anggukan.

Ngenes, ya?

Hingga kemudian, saat aku sedang membahas perkembangan bahasa ekspresi si K yang semakin pesat–si K sudah berimprovisasi sendiri bagaimana mengungkapkan apa yang ia mau dengan ekspresi, bahasa tersebut digunakan dengan istiqomah—, abah K tiba-tiba berujar, “Kalau aku memeluk, ngusap-usap punggung, itu artinya aku minta maaf. Aku enggak bisa meminta maaf dengan verbal. Embuh ngapa kok angel.”

Kemudian berlanjut membahas beberapa bahasa ekspresi yang digunakan abah K terkait perasaannya. Dari bagaimana ia menyatakan rasa sayang, kangen, memuji, dan rasa-rasa tertentu antara suami kepada istri. Menandai bagaimana pasangan mengungkapkan perasaan dengan bahasa ekspresi ini, aku merasa lebih dihargai perasaannya. Merasa lebih dicintai meskipun enggak pernah mengucapkan rasa cinta dengan kalimat verbal.

Mak-emak yang suaminya enggak terbiasa mengutarakan perasaan dengan kalimat verbal, coba deh buat kesepakatan bahasa ekspresi. Bisa juga menggunakan bahasa ekspresi yang sudah ada, biasanya dilakukan berulang-ulang oleh pasangan setelah menghadapi sesuatu.

Buka mata, buka hati, kenali bagaimana bahasa ekspresi yang digunakan oleh pasangan. Jika masih kesulitan, boleh kok tanya ke pasangan, “Sayang, waktu kamu meluk aku sambil ngusap punggung itu, maksudnya nyuruh aku kuat, minta maaf atau mengungkapkan rasa sayang?”

 

 

 

 

 

Exit mobile version