Site icon Widi Utami

Mengatasi Rebutan dengan Teman Sebaya

Makin kesini, tantangannya si K semakin banyak. Semakin luas pergaulannya, Ibunya semakin puyeng karena karakter teman sebaya juga sangat beragam. 

Si K tergolong anak yang doyan main. Bangun tidur, ia sudah lari ke halaman, menyapa kakak-kakak yang akan berangkat sekolah. Setelah lingkungan sekitar rumah sepi, ia jalan menyusuri gang demi gang, ngapeli teman-teman sebayanya. 

Menginjak usia 17 bulan 2 minggu, si K sudah hafal dimana rumah teman-teman sebayanya. Aku menandai hal ini saat pagi-pagi si K menemukan sepasang sandal berwarna biru.

“Pa?”

Sandal milik siapa, maksudnya. 

“Mas Soka, Nang.” Jawabku. 

Kaki mungilnya langsung melesat ke arah timur, berbelok ke kiri melewati jalan setapak. Ia sudah hafal dimana rumah mas Soka. Sesampainya di rumah Soka, si K mematung karena Soka tengah tidur di depan tv. Aku memintanya untuk memberikan sandal kepada Mbahnya Soka yang tengah menjaga Soka.

Si K menggeleng kuat-kuat. Sandal berwarna biru itu dipegang kuat-kuat. Aku menarik nafas dalam-dalam. 

“Ditaruh di lantai ya. Mas nembe bobok.” Aku menawar.

Lagi-lagi si K menolak. Hahahaha. “Nggih mpun, diparingke Ibuke mas Soka nggih?”

Si K mengangguk. Memberikan sandal biru kepada Ibu Soka yang baru muncul untuk menjemur baju.

Drama itu Dimulai Siang Hari

Aku sengaja mengajarkan si K sign language sederhana untuk meminimalisir kekonyolan karena tidak faham apa yang diminta oleh si K. Salah satu sign language yang sangat melekat adalah isyarat meminta.

Setiap si K meminta sesuatu, aku mengharuskannya untuk menggunakan isyarat meminta. Sesepele apapun, termasuk meminjam mainan.

Drama itu dimulai. Teman-teman sebayanya disini terbiasa langsung mengambil, tanpa menggunakan isyarat meminta. Si K kaget, ngambek. Tidak terima karena mainan miliknya diambil begitu saja.

Mas ngampil, Nang. Masa ora oleh?

Si K menggeleng kuat-kuat. Sementara temannya ngotot merebut mainan si K. Aku mencoba menawar temannya si K. Nggak mempan. Dead lock. Kedua anak itu sama-sama menangis. Lomba menangis. Yang satu merasa memiliki mainan, yang satu ingin meminjam tetapi tidak bisa menyampaikan. 

“Eh, Mas, ngomong sama Kevin. Pinjam.” Ujarku sembari mengajarkan isyarat meminta.

“Kevin, Mas pinjam niki.” Sahutku.

Sambil terisak-isak, si K mengulurkan mainan kepada temannya. Ia kembali asik bermain dengan mobil yang sedari tadi dipegang, bahkan memberi isyarat kepada temannya untuk mendekat dan bermain bersama.

Aku tertawa pelan. Duh, Nang…

Sangat penting untuk mengenalkan konsep kepemilikan kepada anak. Disini Ibu harus konsisten. Jika mainan tersebut memang milik anak, ajarkan temannya untuk ‘meminjam’. Jangan sampai konsep kepemilikan anak hancur karena Ibu memaksa anak mengalah kepada temannya tanpa mengenalkan konsep ‘itu hanya dipinjam, kok, nanti dikembalikan.”

Trik ini mempan jika mainan yang diinginkan berbeda, lantas bagaimana jika merebutkan mainan yang sama?

Mari ber-win-win Solution

Aku tergolong orang ngalahan, nggak tegaan, dan biarlah orang menang daripada menimbulkan perpecahan. Aku sempat mengalah juga setiap ada teman sebaya yang menginginkan apa yang si K pegang, mengabaikan rengekan si K dan mengalihkan perhatian si K.

Tetapi langkah ini ternyata mengakibatkan sesuatu yang tidak kuharapkan.

Di rumah, si K seperti mengabaikan apa-apa yang selama ini kami kenalkan, unggah-ungguh meminta. Si K seperti mengabaikan barang itu milik siapa. Si K menjadi kasar, merebut begitu saja apa-apa yang tengah kami pegang. Puncaknya, si K merebut krupuk milik orang lain yang tidak dikenal.

Aku menyadari jika caraku salah. Sepertinya aku dipaksa untuk belajar untuk tega. 

Hari berikutnya, aku mencoba tegas setiap kali teman sebayanya merebut apa yang tengah dipegang oleh si K.

“Nang, Mas pinjam. Boleh?”

Si K menggeleng. Aku mencoba menawar teman sebayanya, “Pinjam mainan yang lain, ya?”

Ia tetap menggeleng.

“Eh, kamu kan punya. Ambil mainan yang di rumahmu. Bawa kesini.” Tawarku lagi, pakai bahasa Jawa yang belepotan.

Temannya si K lantas keluar, mengambil mainannya sendiri di rumah. Kembali lagi bermain bersama si K.

Win-win solution, ya. Meski kadang harus pakai drama terlebih dahulu. Hahaha.

Nah, kalo Emak gimana triknya ketika anak berebut mainan? 😁

Exit mobile version