Sejak lelah ditolak saat melamar pekerjaan hanya karena menyandang HOH, padahal posisi yang kulamar enggak membutuhkan keahlian mendengar. Plus, sempat diremehkan saat praktik mengajar–sakitnya masih terasa sampai sekarang (Ngetiknya sambil membatin, Bu, Njenengan enggak tahu ya kalau aku di rumah handle 15-an anak setiap hari, dan tidak ada masalah yang berarti), aku bertekad untuk mempunyai usaha sendiri, entah apa belum aku pikirkan saat itu. Wkakakaka
Contents
Sempat Menjadi Penjual Sega Jagung dan Pembeli Kertas Semen
Terdengar lucu, ya? Kalian enggak percaya emak K pernah menjalani posisi ini? Wkakakaka. Tertawalah. Kala itu aku masih semester 2, belum diijinkan mengendarai motor sendiri ke kampus. Aku berangkat dari rumah ke jalan raya jalan kaki, mampir dulu ke mbok-mbok yang jual sega jagung, beli 10 bungkus.
Aku ingat betul, harganya seribu-an, kujual 1500-an. Aku hanya untung 500/ bungkus. Menjajakan sega jagung dari ujung ke ujung, belajar tegar saat ditolak, bersyukur luar biasa saat ada yang membeli, padahal cuman untung 500rupiah. . Kisah ini yang membuat aku enggak tega menolak saat ada pedagang asongan yang menawarkan dagangan. Seperti melihat kilas balik masa lalu. Hahaha
Setelah menjajakan sega jagung, aku kembali menyusuri jalan pulang sembari membeli kertas semen. Serius, saat itu keluarga sedang menekuni bisnis kertas semen untuk dijual kembali ke pabrik asbestos tempat jualan Ibu. Tetapi sekarang sudah enggak, lelah, Cyn, bersihinnya bikin sesak napas pun.
Menjadi Mpok Kredit Gamis
Aku bukan penyuka kredit gamis, tetapi pernah menjadi mpok kredit gamis. Hahaha. Saat itu aku menjual gamis atau baju-baju lain ke kampus, teman-teman membayar dengan cara mencicil. Wkwkwkwk, lumayan laris, tetapi akhirnya berhenti karena wira-wiri kampus-grosiran itu melelahkan. Mana aku adalah tipe-tipe mahasiswa yang aktif sana-sini dan BIG BIG No mbolos, apalagi sampai mangkir tugas.
Bisnis Setelah Nikah
Salah satu pra syarat menikah dari abah K saat itu adalah, aku tidak boleh jadi PNS dan harus mengasuh anak sendiri, enggak boleh menitipkan anak meskipun dengan membayar orang. Aku merasa terselamatkan. Saat itu lapangan pekerjaan untuk difabilitas belum segencar sekarang yang setiap pengusaha harus memberikan kuota sekian persen untuk difabel, pra syarat abah K ini menjadi salah satu sumber rasa aman karena aku tidak perlu melamar lagi, mengalami penolakan lagi.
Membuka Jasa Pengetikan Bermodal Printer 600 ribuan
Kala itu abah K belum menemukan pasar website developper. Dengan uang hasil menjual cincin, bukan cincin nikah, sih, tetapi cincin tabunganku, kami nekat membeli printer 600ribuan. Mencetak MMT jasa pengetikan dan catak foto ala-ala.
Abah K kadangkala menjadi kuli panggul di pabrik kopi kalau sedang ada bongkar muatan, seminggu paling dua-tiga kali. Dengan hasil jasa pengetikan dan cetak foto yang tidak seberapa itu, plus bayaran sebagai kuli panggul, kami menjalani hari-hari sebagai manten baru. Hiks hiks hik, penuh drama.
Keprihatinan ini membuat kami semakin erat. Saling mendukung meski tidak jarang berantem juga.
Jasa Pengetikan Berkembang Menjadi Jasa Fotokopi dan Percetakan
Semakin lama, kami semakin menangkap peluang lain dari printer yang kami miliki. Kami menangkap usaha percetakan undangan dan buku yasin. Hasilnya jauh lebih menjanjikan daripada jasa pengetikan. Setiap lembar undangan, minimal kami mengambil untung bersih 500 rupiah. Kalikan saja dengan 500 undangan, 1000 undangan. Hehehe, lain kali aku bocorin ya trik bisnis undangan dan buku yasin bermodal printer 600ribuan.
Melihat usaha kami yang serba minim, ada saudara yang berniat investasi mesin fotokopi. Alhamdulillah, meskipun menyimpan cerita, mesin fotokopi ini sempat menjadi penolong kami kala itu. Kata abah K, “Yang sudah kita manfaatkan jauh lebih besar nilainya daripada kerugiannya.”
Toko fotokopi dan percetakan kututup sementara karena aku tidak bisa meng-handle urusan toko sembari mengasuh si K. Abah K pun pindah sana-sini, jadi tokonya enggak bisa dibuka secara teratur. Kasihan pelanggan kalau bukanya seenak udel. Heuheuu, tetapi daku tetap menerima pesanan percetakan, kok, cuma enggak buka toko saja.
Memulai Usaha Website Developper dan App Developper
Awal mula abah K menekuni jasa ini, pernah dibayar 500k untuk website company profile dengan desain membuat sendiri. IYA, bikin desain nol prutul, masang di CMS, input konten, BAYARANNYA 500k. Ngerjainnya dua mingguan, BEGADANG. Betapa lugunya kala itu. HAHAHAHA.
Semakin kesini, kami mulai serius menggunakan branding website developper dan app developper. Meskipun freelancer, kami memutuskan untuk usaha tidak terlalu ngoyo. Ada waktu untuk si K, ada waktu untuk istri, ada waktu untuk ngajar ngaji adik-adik di rumah. Karena mengejar dunia tidak akan ada ujungnya.
Resiko Bisnis Sebanding dengan Profit
Ya, resiko bisnis sebanding dengan profit. Akhir tahun 2017 lalu kami mengalami ‘banting’an bisnis karena salah manajemen. Jangan tergiur dengan motivasi bisnis overdosis yang membuatmu menutup mata dari adanya resiko bisnis.
Jika menjadi pegawai dengan gaji tetap, resikonya tidak terlalu kentara, paling-paling cuma dimarahin atasan. Bisnis resikonya HARUS ditanggung sendiri dengan konsekuensi yang tidak mudah. Drop sebentar boleh, tetapi harus bangkit lagi. Kadangkala harus dibuat RUGI dulu biar mau belajar. HAHAHAHA, emak K menertawakan diri sendiri.
Lakukan Saja, Ide akan Berkembang Seiring Perjalanan
Kunci dari bisnis sendiri adalah lakukan saja. Ide akan berkembang seiring perjalanan. Kebanyakan memikirkan persiapan bagaimana, apa dan bla bla blanya justru akan membuat kita enggak maju-maju. Lihat sendiri kan, bisnis percetakan dan buku yasin yang menjanjikan baru terpikirkan saat jasa pengetikan sudah jalan. Hehehe.
Curhatnya sudah 800 kata. Eh, tetapi enggak membahas bisnisnya HOH sama sekali. Wkwkwkwk. Enggak apa, intinya bisnis di atas ramah untukku yang Hard of Hearing. Heuheuu
Nah, kalau kalian sedang ingin mendengar cerita tentang seluk-beluk bisnis, kalian bisa menyimak cerita mbak Arin Lika Liku Bisnisku dan mbak Ran Berdagang Passion atau Kebutuhan. Siapa tahu ide bisnis mbrujul saat membaca cerita mereka.