Widi, cuma lewat tulisan aku bisa denger kamu ngomong sesuai pakem.
Komentar seorang sahabat. Aku spontan tertawa. Ya, hanya melalui tulisan, orang-orang bisa ‘mendengarkan’ aku berbicara sesuai pakem.
Dalam keseharian bagaimana memangnya? Banyak klirunya. Entah yang harusnya dibaca è malah kubaca ĕ, sangat kesulitan membedakan pelafalan y dengan z, c hampir mirip dengan t, sampai sekarang aku enggak bisa menirukan pelafalan x dengan benar.
Hard of Hearing, kesulitan mendengar yang kusandang menyebabkan aku mengalami kesulitan mendengar lawan bicara untuk kemudian menirukan. Modalku menirukan cara pelafalan hanya melalui melihat gerakan mulut. Jika gerakan mulutnya nyaris sama, aku frustasi karena kesulitan memahami pembicaraannya.
Hal ini barangkali menjadi salah satu alasan kenapa seorang kepala sekolah tidak percaya aku bisa membimbing anak didik di kelas.
Penolakan tersebut ternyata membuatku down dan tidak percaya diri untuk berbicara di depan umum, padahal aku sudah beberapa kali berbicara di depan umum. Aku merasa, jangan-jangan selama aku berbicara di depan umum itu, mereka tidak paham aku ngomong apa…
Duh Gusti, lalu sesia-sia itu kah aku ngomong di depan umum sampai bercucuran keringat?
Contents
Memutuskan untuk Mengasah Kemampuan Menulis
Aku memutuskan untuk mengasah kemampuan menulis daripada frustasi dengan kemampuan berbicaraku yang tidak kunjung berkembang menjadi lebih baik. Aku mencoba untuk mengutarakan apa yang ada di pikiranku melalui tulisan.
Pertamakali mengasah kemampuan menulis, aku menulis melalui diary. Menulis apapun yang sedang kupikirkan.
Menulis di diary ternyata menjadi self healing saat aku harus menghadapi Ujian Listening seperti layaknya siswa-siswa Dengar. Ya, saat itu aku luar biasa tertekan karena pengajuan keringanan Ujian Listening langsung ditolak oleh Diknas Salatiga. What the hell. Dunia serasa neraka yang tidak bersahabat dengan penyandang HoH.
Menulis Melalui Media Sosial
Kelas VIII SMA, aku mulai mengenal facebook. Orang-orang yang mengenalku pada rentang tahun itu, pasti tahu persis karakter status-statusku yang remaja labil dengan huruf dibuat-buat. Hahahaha.
Kelas IX, saat aku mulai serius mengasah kemampuan menulis di bawah bimbingan guru Bahasa Indonesia, Ibu Maria Rusmiyati Diananingsih, aku mulai membiasakan diri untuk menulis sesuai EYD (Sekarang EBI). Beliau menegurku karena kebiasaan menulis alay terbawa di tulisan cerpenku.
Aku ingat persis, saat itu pemadatan level siaga untuk mempersiapkan UN, aku malah sibuk menulis cerpen demi mengurangi stress karena Ujian Listening. Membayangkan harus ngawur mengisi 15 soal Listening sungguh mengerikan. Rasanya aku sedang masuk di arena judi, bukan Uji Kemampuan.
Kukirimkan cerpen yang kutulis itu ke sebuah Lomba Cerpen Tingkat Kota, dan cerpen itu berhasil menyandang juara 2. Menulis membuatku bangga dengan diri sendiri di tengah keterpurukan.
Blog dan Pertemuanku dengan Abah K
Memasuki jenjang kuliah, sebenarnya aku sudah memiliki blog di blogspot dengan memakai nama penaku dulu: Mustika Ungu. Tetapi, aki tidak begitu serius dengan blog karena merasa tersesat di hutan rimba yang entah apa fungsinya.
Medio 2014 awal, seorang lelaki berbincang denganku melalui Facebook. Beliau mengutarakan niatnya untuk mengeditkan blogku yang acakadut enggak karuan.
Kepada beliau, aku meminta dibuatkan template dengan nuansa ungu dan kupu. Eh, berawal dari keseriusan beliau mengeditkan blog tersebut, kami semakin akrab dan berlanjut serius dan memutuskan untuk menikah setelah melalui sekian drama.
Ya, blog menjadi salah satu alasan kenapa kami merasa klik satu dengan yang lain.
Ngeblog ternyata Mengasyikkan
Setelah menikah, aku memutuskan untuk menekuni blogging agar tetap berimbang dengan suami yang merupakan seorang developper web dan aplikasi desktop serta android. Beliau sering memberikan kejutan sesuatu yang berbau blog, jika aku enggak ngeblog, kan garing kejutannya. 😅
Awalnya, aku menekuni blogging karena aku bisa mengutarakan ide-ideku lebih luas lagi, tanpa takut orang-orang merasa aneh dengan gaya bicaraku. Aku sangat bahagia ketika abah K mengabari jika artikelku yang kutulis mendapatkan sekian pageview, liar biasa bahagia ketika artikelnya mejeng di page one Google.
Tidak kusangka, ternyata dari blogging aku mendapatkan banyak manfaat, diantaranya.
Saudara Baru
Awal 2016, saat aku sedang mengandung si K. Aku mengalami suntuk berat karena ditinggal abah K merantau. Aku mencoba googling komunitas blogger dan memutuskan untuk bergabung dengan komunitas tersebut melalui website mereka. Pelan tapi pasti, circle pertemananku didominasi oleh blogger. Bahkan banyak yang menjadi sahabat rasa saudara, kami membuat grup di Whatsapp dengan seabrwk obrolan, dari obrolan absurd tentang keseharian sampai obrolan super serius yang tidak berujung mana pangkal dan mana ujungnya.
Ilmu Baru yang Bertebaran
Dengan pertemanan yang didominasi blogger, yang kebanyakan gemar membagikan tulisan bermanfaat, aku mendapatkan ilmu-ilmu baru. Tidak terhitung ilmu apa saja yang kudapatkan dengan perantara teman-teman blogger.
Penghasilan 😀
Hahahaha. Poin ini bukan tujuan utama, tetapi jujur saja, ini menjadi salah satu motivasi paling besar. Wkakakaka, siapa sih yang enggak seneng hobi bisa menjadi alat untuk mendapatkan penghasilan? 😅
Kepercayaan Diriku mulai Tumbuh
Ada begitu banyak alasan untuk tidak percaya dengan diri sendiri, dari Sarjana yang Berakhir di Sumur Dapur dan Kasur, Cumlaude yang tidak ada Gunanya, Hard of Hearing yang Tidak Produktif, hingga Peran sebagai Ibu Rumah Tangga yang Melelahkan. Who am i?
Sejak aku menekuni dunia blogging, aku menyadari bahwa produktif bukan sebatas dengan bekerja menggunakan seragam kantor, dandan setiap hari.
Ya, sejak menekuni blogging, aku merasa lebih bersemangat karena ilmu-ilmu saat sekolah dan kuliah dulu tetap bisa kubagi melalui blogging dan vlogging, aku berhenti menyesali kenapa aku menyandang HOH, dan yang paling penting, aku berhenti merasa tidak berguna.