Site icon Widi Utami

Buka Bersama dengan Membawa Toddler, Yay or Nay?

Buka Bersama dengan Membawa Toddler

Buka Bersama dengan Membawa Toddler

Buka bersama menjadi salah satu agenda utama di bulan Ramadhan. Dulu, jaman masih gadis, minimal satu minggu sekali aku menghadiri acara buka bersama. Semakin dekat dengan lebaran, semakin meningkat frekuensinya. Nostalgia, bercanda, temu kangen dengan kawan lama menjadi salah satu magnet buka bersama selain menu buka yang berbeda.

Lain halnya setelah menjadi mamah muda dengan anak usia toddler yang super usil dan lincah, buka bersama menjadi satu diantara sekian agenda yang SANGAT KUHINDARI selain tarawih berjamaah di masjid. Please, don’t judge me. Aku akan menceritakan kepadamu sebuah kisah.

Contents

Ketika si K Menghadiri Buka Bersama

Dek Al, anak tetangga sedang berulangtahun dan merayakannya dengan buka bersama. Aku sudah kebat-kebit berangkat atau tidak, hingga akhirnya memutuskan untuk berangkat karena dek Al masih terhitung saudara satu mbah canggah dengan si K. Sejak di rumah, si K sudah ku-sounding jika nanti ada acara buka bersama, si K harus duduk anteng untuk ikut mengaji.

Segala alat tempur sudah kusiapkan, dari mobil-mobilan, air putih, buku, hingga camilan. Sampai di tempat acara, si K duduk bersama kakak Tegar dan mbak Diba. Si K terlihat anteng. Aku duduk di pojokan sambil melihat anak-anak mengaji.

Semoga anteng terus sampai selesai ya, Nang, batinku.

Belum lama aku membatin, si K tetiba melesat ke tengah ruangan dan… menarik kertas krep yang menjuntai, meraih balon dengan sangat kasar. Aku terkesiap, menyusul ke tengah ruangan sembari meminta maaf kepada teman-temannya.

Kuberikan alat tempur pertama; mobil-mobilan pemadam kebakaran. Si K bermain mobil-mobilannya sembari ngoceh. Sepuluh menit berlalu, si K mulai bosan dan naik ke kursi. Insting keibuanku langsung mencuat, si K enggak bisa diajak kompromi sampai akhir acara.

Aku sudah berniat untuk membawa si K pulang, tetapi dicegah oleh mamanya dek Al. Aku pun ber-legowo untuk membiarkan si K eksplor sana-sini. Dari melihat akuarium, gambar-gambar yang terpajang di dinding, tupai yang diawetkan, hingga… hujan-hujanan. Komplit dengan pertanyaan-pertanyaannya yang ajaib.

“Ibuk, itu foto sapa?”

“Ibuk, mobil mbah He(r)u kudanan.”

“Ibuk, ikan lagi apa?”

“Ibuk, balon banyak!”

“Ibuk, tupai capek ning kana.”serunya, sambil menunjuk ke arah tupai yang telah diawetkan. Ekspresi si tupai memang terlihat marah dan menangis.

Ibunya cuma ketawa.

“Ibuuukkk! Kucing! kucing!” Si K berlari keluar, turun dari teras mengejar kucing. Padahal sore itu hujan. Sungguh, kuingin pulang saat itu juga. :'(

Padahal teman-temannya anteng aja tuh di dalam. Bhuahahaha, anak satu ini, Gusti!

Thats Why, I Choose Nay!

Puasa (seharusnya) menempa diri untuk sabar, termasuk sabar kepada anak. Tidak terkecuali. Namun, menghadiri buka bersama dengan membawa si K yang sedang berada di masa super aktif, emosiku serasa diubun-ubun. Aku tidak teriak dan marah-marah, memang, tetapi sampai di rumah aku langsung ngeromet kepada abah K. Wkwkwk

Selain faktor kesabaran yang gagal, keberadaan si K juga mengganggu berjalannya acara. Mengganggu kekhusyukan teman-temannya untuk mengaji. So, I choose nay.

Tapi kan mengenalkan si K mengaji dan sosialisasi?

Mungkin aku akan dicap saklek, tetapi baiklah, akan aku coba menjabarkan alasan kepana aku memilih tidak menghadiri buka bersama dengan membawa toddler.

Waktu Maghrib yang Sempit

Waktu Maghrib adalah waktu tersempit untuk sholat. Paling-paling cuma 30 menit. Buka bersama dengan membawa si K membuatku harus bergantian makan. Kalau terpaksa, aku harus makan sambil berjalan menututi si K kesana-kemari.

Pilihanku hanya berbuka sambil mengikuti si K dan sholat ketika yang lain sudah selesai sholat dan berbuka–yang tentu saja sudah sangat di akhir waktu. Itu pun aku harus terburu-buru sholatnya karena setelah ini mereka harus segera tarawih di masjid. Masih dihadapkan dengan emosi karena menahan lapar.

Mending berbuka di rumah, selow. Cukup kunci semua pintu, biarkan si K bermain sendiri. Tinggal sholat, berbuka dengan santai.

Setor Muka doang~

Jika niat berbuka bersama adalah silaturahim, menghadiri bersama si K artinya cuma setor muka doang, selanjutnya aku sibuk menjaga si K lari kesna-kemari. Its so… Semacam su’ul adab dengan tuan rumah. Hiks. Boro-boro bernostalgia, ngobrol saja cuma sepatah-dua patah. Apalagi kondisi pendengaranku terbatas, aku tidak bisa berbincang sambil mengawasi si K. Salah-salah malah kehilangan jejak si K jika berbincang dengan lawan bicara.

Saat ini aku lebih memilih untuk silaturahim dengan personal, si K dimomong abahnya, aku ngobro dengan kawan. Jika abah K yang sedang bertemu kawan, maka abah K yang ngobrol dan aku yang bermain dengan si K. Satu-satunya pilihan yang tersedia untuk kami saat ini.

Crowded Every Where

Tempat mana yang disambangi si K saat acara, tempat itulah yang terkena badai crowded. Adalah suatu berkah jika si K memilih untuk bermain di tempat yang sepi. Lah, selama ini si K lebih memilih untuk mengganggu keramaian.Jika dilarang dan kubawa ke tempat yang sepi, si K akan meronta-ronta bahkan nangis jejeritan. Aku kudu piye, Cah?

Masih mending jika si K cuma ngoceh, lah ini pakai acara ingin bantu bawain piringlah, mau ngasih gelas air minum ke kawannya lah, mau bantu motong kue ulang tahun lah.

Emak K umub~

Alternatif Pengganti untuk Mengenalkan Tujuan Buka Bersama

Memilih tidak ikut buka bersama dengan toddler tentu saja bukan berarti aku tidak menyadari tujuan buka bersama. Aku sangat menghargai tujuan buka bersama.  Bahkan buka bersama seperti paket all in one, silaturahim dapet, mengenalkan mengaji dapet, mengenalkan sosialisasi dapet. Tetapi, untuk si K, better mencari alternatif daripada emak K emosi karena ulah si K yang super aktif.

Aku mengenalkan mengaji saat di rumah, saat abah mengaji, biasanya kami berada di kamar dan si K kuberikan al-Qur’an. Ia akan berpura-pura membaca meskipun doa makan bisa digabung dengan doa mau tidur, al-fatikhah setelah bismillah langsung waladz-dzholliiin aamiin.

Kami mengajak si K sowan secara personal dengan yai, juga saudara dan teman-teman yang lain. Si K biasanya lebih anteng jika diajak sowan secara personal. Mungkin karena merasa dirinya dilibatkan dalam perbincangan.

Sosialisasi dengan kawan-kawannya, aku memilih untuk mengajak jalan-jalan menyusuri gang, kemudian mampir dan bermain bersama saat menjumpai kawan sebayanya si K tengah bermain di luar rumah.

 

Kalau kamu, yay or nay membawa toddler untuk berbuka bersama?

 

Exit mobile version