Persoalan mantan bagi sebagian orang adalah isu sensitif. Bahkan aku beberapa kali menemukan cerita tentang permasalahan dengan pasangan yang bermula dari mantan, embuh pasangan yang tetiba menghubungi mantan, embuh mantan yang kegenitan. Dan… saat BloggerKAH bahasannya nyerempet tentang si mantan dan memutuskan untuk menjadikan tema tantangan bulan ini, alamak jang, eike kan nggak ada mantan yang pantas untuk diceritakan! Ya kalii, malah memperjelas kalau aku nggak payu-payu saat itu.
Lha abah K?
Kusantet beliau dengan gempuran doa. Makanya kecantol dengan WiDut yang embuh-embuhan ini.Banyak orang yang menuturkan betapa beruntungnya aku mempunyai suami abah K, yak, kalian benar!
Bagaimanapun, dengan pasangan harus bisa menerima sepaket, kelebihannya, kekurangannya, termasuk masa lalunya. Pun dengan mantannya yang sedikit banyak mewarnai hari-harinya. Ya, kuakui jika ada peran mantannya pasangan hingga abah K bisa menjadi seperti sekarang ini. Overall, with this blogpost, i wanna say thank a lot to you. Aku tahu ada beberapa yang akan membaca blogpost ini.
Lalu, bagaimana jika bersahabat dengan mantannya pasangan, Dut?
Ya, karena abah K mantannya adalah tipikal mantan yang ‘alim, jauh lebih ‘alim daripada aku. Aku mah apalah-apalah, lafadz za saja masih belum lulus hingga usia seperempat abad, aku memilih untuk tetap bersahabat, hanya saja dengan batasan koridor tertentu. Bagaimanapun, gaya bersahabatnya tidak bisa dipaksakan seperti halnya aku bersahabat dengan sahabat-sahabatku yang tidak pernah mempunyai hubungan khusus dengan suami.
Nggak pernah cemburu dengan mantannya pasangan gitu, Dut?
Ya kali, eikeh orang normal, bukan robot yang nggak punya hati. Mhuahahah. Cemburu itu pasti ada, tetapi sebagai emak yang waras dan istri yang sayang suami, aku memperbolehkani diri untuk cemburu jika dan hanya jika sang mantan berulah. Selama sang mantannya pasangan tidak berulah, aku berusaha untuk tetap waras, (((waras))). Dulu, saat kami masih PDKT, pertama kali ketemu di Solo, sepanjang perjalanan, yang kami obrolkan adalah mantannya abah K. Aku pikir, ngapain juga aku cemburu.
Sekarang, setiap ada orang yang tetiba bertanya, “Lho, dulu Budairi nggak jadi dengan? Kan sudah hampir nikah? Yang itu, yang hafidzah? yang bla bla bla….” Jujur, eike patah hati. Merasa sangat kerdil dan…. i am nothing. Itu orang kenapa ngungkit mantannya pasangan di hadapan pasangannya yang shah? Hah? Kurang bahan kalian, Cung? Diperparah dengan ngobrolin ke-deaf-anku, aku jadi semakin merasa tenggelam di dasar lautan dan terbayang betapa orang-orang merasa kasihan karena seorang Budairi mempunyai istri sepertiku. Huks!
Contents
Jangan Pernah Mengungkit Peristiwa Masa Lalu Saat Ngobrol dengan Mantannya Pasangan
Bagaimanapun, mantannya pasangan adalah orang yang dulu pernah spesial. Tidak hanya melihat dari sisi kita sebagai pasangannya yang shah, tetapi musti juga menghargai perasaan mantannya pasangan yang tentu saja tidak mau diungkit-ungkit kembali masa lalunya. Masa lalu cukup sebagai bumbu cerita antara kita dengan pasangan saja, nggak perlu banget dikonfirmasi ke mantannya pasangan.
Emang nggak ada bahasan lain yang lebih bermanfaat gitu? Lagian kan kita juga nggak suka jika ada orang yang mengungkit-ungkit masa lalu.
Niatkan untuk Menyambung Tali Silaturahim
Sebenarnya sih, poin ini abah K yang mengajarkan. Aku sama sekali tidak kepikiran untuk satu hal ini. Hahaha. Syukurnya, beliau memberi kebebasan istrinya kapan siap memulai hal ini, nggak memaksakan harus memulai saat itu juga. Ya, karena beliau-beliau ini sudah menjulur kemana-mana tali silaturahimnya, ke keluarga, ke tetangga, ke saudara, masa aku tega untuk melarang?
Selama beliau-beliau menyambung silaturahim ke orang yang tepat dengan adab sebagaimana mestinya, aku enjoy-enjoy saja. Semisal, menghubungi istrinya yang sama-sama perempuannya. Kalau ada apa-apa, bertanya ke istri yang sama-sama perempuannya.
Toh, dalam agama kami, ada aturan cukup ketat tentang mengobrol dengan laki-laki lain. Boro-boro mantan, yang sekedar laki-laki tak dikenal pun kami sebagai perempuan harus membatasi diri. Poin yang paling penting, yang namanya menjaga perasaan pasangan jauh lebih penting daripada menjaga komunikasi dengan lawan jenis, apalagi pakai dalih menjaga tali silaturahim. Beh. Cukup sesama perempuan saja jika memang diniatkan untuk menjaga tali silaturahim.
Elu gimana, Dut?
Yap, aku beberapa kali ngobrol, dan beliau-beliau cukup asik untuk dijadikan teman sharing. Siapa tahu aku ketularan ‘alimnya, minimal ngalap barokah. Bukankah berada di lingkaran orang-orang ‘alim adalah berkah?
Ngobrol Secukupnya, Ketemu Secukupnya
Yang namanya perempuan, bawa-bawa perasaan itu mud-mudan. Kadang waras, kadang yaa begitulah. Makanya, ngobrol dengan mantannya pasangan secukupnya saja, pun ketemu juga secukupnya.Jangan sampai kelamaan ngobrol terus kebawa perasaan. Kan payah, malah nambah-nambah masalah.
Jadi? Yeay or Nay, Dut? I choose yay, tetapi syarat dan ketentuan berlaku. :p
Kalau dengan mantan kita piye, Dut? Berhubung eike ga bahas mantan,lagian mo bahas apa wong mantan saja nggak ada, mending cap cus ke mbak Arin tentang PDKT dengan Mantan Pasangan yang Sudah Menikah, atau mbak Ran, Antara Mantan dan Sahabat.