Site icon Widi Utami

Benarkah Penyandang Tuli Bodoh?

IQ anak dengan gangguan pendengaran biasanya rendah.

YAIYALAH, lha wong test IQ-nya pakai instruksi verbal. Pengen misuh aku waktu sedang kuliah Anak Berkebutuhan Khusus, tetapi kutahan benar-benar, sampai aku tahu ada apa di balik dinding sekolah luar biasa yang belum pernah kunikmati bangkunya.

Pagi itu, bersama seorang kawan, aku berniat melakukan penelitian di SLB, namun DITOLAK tanpa alasan yang jelas. Untuk mengobati rasa penasara sekaligus rasa kecewa karena ditolak, aku memutuskan untuk bertanya lebih jauh, meminta ijin untuk berinteraksi dengn peserta didik.

Alhamdulillah, diijinkan.

Bahasa Pengantar SLB Tunarungu Kebanyakan adalah Bahasa Oral

Ya, problem sekolah luar biasa tunarungu (aku mau pakai Tuli gimanalah ini, resminya dari diknas pakai istilah Tunarungu), bahasa pengantarnya kebanyakan masih menggunakan bahasa oral, siswa disuruh membaca gerakan bibir guru.

Tidak semua siswa ahli membaca bibir. Sudahlah mumet dengan pelajaran, eh, penyampaiannya menggunakan bahasa yang tidak dipahami. Ibarat sudah jatuh ketimpa tangga, sudah pelajarannya susah cara meyampaikannya salah. :'(

Tujuan guru sebenarnya bagus, biar siswa Tuli tidak kesulitan komunikasi dengan orang-orang Dengar, tetapi sungguh, bukan begini caranya. Mungkin bisa menggunkan bahasa oral saat pelajaran Bahasa, tetapi pelajaran yang lain lebih baik menggunakan bahas isyarat.

Bahasa oral ini sendiri merupakan warisan Belanda. Iya, SLB Tunarungu pertamakli didirikan saat penjajahan Belnda. Namun sayang, 73 tahun Indonesia merdeka, belum banyak perubahan di sektor sekolah luar biasa. Sumber daya guru yang bisa berbahsa isyarat pun masih sangat minim. Di Grup WAG keluarga BISINDO, teman-teman tidak jarang berbagi tentang kelas SLB Tunarungu yang sedang kosong beberapa hari karena ketiadaan guru.

Penyandang Tuli Tidak Bodoh, hanya Metode yang Kurang Tepat

Ya, setelah aku berdiskusi lebih jauh dan berbincang dengan teman-teman Tuli, aku meyakini satu hal, “Penyandang Tuli tidak bodoh.”

Please, jangan jadikan kasusku sebagai pengecualian.

Tetiba aku merindukan teman-teman Tuli yang sudah menyebar kemana-mana, merantau untuk menjemput rezeki bagi keluarga yang disayanginya.

“Widi, kamu pintar.”

“Oh, No! Kalian juga pintar.”

“Tidak, kami bodoh.” sahut mereka, dengan tangan mengepal diletakkan di jidat.

Hati siapa yang tidak sakit jika mindset teman-teman saja sudah meyakini jika dirinya bodoh? :'(

“Di sekolah, bagaimana?” tanyaku, sambil menggerakan telapak tangan dari dagu keluar, lalu melanjutkan dengan telunjuk dan jempol yang membentuk huruf o di depan mulut dan menggerakkan kedua tangan berhadapan di depan dada berulang-ulang. Oral atau isyarat?

Mereka menjawab serentak dengan jari telunjuk dan jempol yang membentuk huruf o di depan mulut.

Aku mak klakep.

“Matematika?”

“Iya!”

“Bahasa?”

Ia mempertemukan jari telunjuk pada kedua tangan, “Sama. Semua. (Memakai Bahasa Oral)”

Lalu kami berbincang tentang sekolah. Bukan sekolahku, tetapi sekolah teman-teman. Mereka bercerita, betapa mumetnya memahami pelajaran dengan bahasa penyampaian oral. Berfikir dua kali, menerjemahkan bahasa dulu, baru memahami pelajaran. Kayak Emak K yang harus memahami Matematika, tetapi disampaikan dengan bahasa Jepang, konslet.

Perbendaharaan Kosakata Tuli yang Kurang

Yang aku tandai benar-benar adalah perbendaharaan kata yang kurang. Aku memakluminya karena guru fokus di oral dan nyaris mengabaikan kemampuan membaca teks. Maklum yang… bikin aku nangis malam-malam, bersyukur karena aku punya kemampuan membaca yang cukup sehingga perbendaharaan kata bertambah dengan otomatis, tetapi sekaligus sedih dengan teman-teman Tuli yang lain. Gusti!

Sampai sejauh ini, aku hanya bisa mengajak teman-teman Tuli berbincang melalui whatsapp, memberikan fasilitas buku, lalu mempersilahkan mereka bertanya tentang kosakata yang belum dipahami, aku akan menjawab sebisa yang kumampu.

Hanya itu, belum banyak yang bisa aku perbuat. Nangis lagi. Embuh wis. :'(

Seiring hari, aku sungguh berharap sekolah di negeri ini tidak hanya sekolah umum saja yang berkembang pesat, tetapi juga sekolah luar biasa. Semoga.

Exit mobile version