Site icon Widi Utami

4 Trik Gampang untuk Melibatkan Ayah dalam Pengasuhan Anak

Melibatkan Ayah dalam Pengasuhan Anak

Melibatkan Ayah dalam Pengasuhan Anak

Negeri fatherless, katanya. Adagium yang kerap didengung-dengungkan di seminar parenting yang berangkat dari keprihatinan minimnya keterlibatan seorang ayah pada pendidikan anak. Seolah sudah mengakar kuat jika tugas seorang kepala keluarga adalah mencari nafkah dan anak adalah urusan Ibunya. Padahal, sangat penting melibatkan ayah dalam pengasuhan anak

Maskulinitas seorang ayah sangat berpengaruh pada perkembangan seorang anak. Ayah adalah cinta pertama bagi seorang anak perempuan dan superhero bagi anak laki-laki. Ketiadaan peran seorang ayah pada pengasuhan anak bisa menyebabkan anak memiliki sifat agresif karena ada ketenangan pada diri ayah yang diserap oleh anak-anak, dimana ketenangan ini berbeda dengan ketenangan yang dimiliki oleh seorang Ibu yang perasa.

Anak belajar bagaimana menghadapi hidup dengan tangguh. Dari ayah anak menyerap daya juang layaknya superhero dari interaksinya dengan ayah. Jika seorang anak belajar memiliki hati yang lembut dan hangat penuh kasih sayang dari seorang Ibu, anak belajar bagaimana untuk tetap tangguh dan tegas dari seorang ayah.

Minimnya peran seorang ayah dalam pengasuhan anak tidak hanya menyerang pasangan orang tua yang sudah bercerai dan anak berada dalam pengasuhan Ibunya. Fatherless tidak hanya menyerang seorang anak yang sudah tidak memiliki ayah. Fatherless juga rawan menyerang anak yang memiliki orang tua lengkap. Sosoknya ada, perannya kosong.

Nyesek? Tentu. Cukup banyak alasan kenapa peran seorang ayah dalam pengasuhan anak minim, bahkan kosong. Ada ayah yang sangat sibuk mencari nafkah karena tuntutan hidup, berangkat shubuh pulang malam saat anak sudah tidur sehingga tidak ada waktu untuk berinteraksi dengan anak. Ada ayah yang sudah kelelahan saat berada di rumah dan memilih untuk menikmati gawainya karena baginya rumah adalah tempat untuk istirahat setelah seharian bekerja.

Ada pula ayah yang masih canggung bagaimana membersamai seorang anak. Nge-blank apa yang bisa dilakukan bersama anak di saat-saat luangnya. Umumnya ini terjadi pada ayah-ayah muda yang baru memiliki anak balita. Kalau anaknya sudah bisa diajak diskusi, nge-game, belajar, ayah tinggal mendampingi sebagaimana seorang teman.

Peran Ibu untuk menjadi jembatan kebersamaan ayah dan anak sangat penting. Tidak jarang kasus dimana ayah sebenarnya ingin membersamai anak tetapi tidak tahu bagaimana cara membersamai mereka.

Ibu, yang waktunya lebih banyak bersama anak dan mengenal luar dalam karakter anak, harus bisa men-transfer apa-apa yang diketahui tentang anak kepada ayahnya.

Contents

Transfer ke Ayah tentang All About Anak untuk Melibatkan Ayah dalam Pengasuhan Anak

Umumnya ayah memang memiliki sedikit waktu untuk berinteraksi dengan anak-anaknya karena harus bekerja mencari nafkah. Namun, ayah tetap berhak untuk tahu segala hal tentang anaknya. Ada baiknya seorang Ibu mendokumentasikan perkembangan anak untuk ayahnya agar ayah bisa merasakan kegembiraan yang sama yang dirasakan oleh Ibu ketika Ibu melihat perkembangan anak-anaknya.

Cerita-cerita tentang perkembangan anak-anak akan membuat ayah ada di dalam setiap kilas peristiwa anak meskipun ia tidak merasakan langsung. Secara tidak langsung, cerita-cerita ini akan membentuk bonding ayah kepada anak dan membantu ayah untuk mengenal anak-anaknya.

Aku pribadi biasanya bercerita kepada abah K ketika menjelang tidur tentang apa-apa yang terjadi pada si K, sekalipun itu hal-hal yang terlihat tidak enak. Semisal, si K yang masih belum mampu mengendalikan emosinya. Cerita tentang keseharian anak juga kujadikan momen untuk mendiskusikan apa saja perlakuanku kepada si K yang harus dikoreksi, apa saja stimulasi yang harus kutambah dan apa saja tindakan preventif agar sifat-sifat buruk si K berkurang.

Abah K yang waktu kerjanya lebih banyak bekerja di rumah saja cukup banyak hal yang terlewat, apalagi ayah-ayah yang bekerja di luar rumah dan jarang bertemu dengan anak-anaknya.

Siapkan Buku Tipis, Lembar Aktivitas Singkat atau Mainan Anak yang Ringan untuk Melibatkan Ayah dalam Pengasuhan Anak Sepulang Bekerja

Bagi seorang ayah, rumah adalah tempat untuk melepaskan penat sepulang bekerja. Apalagi ayah yang pekerjaannya membutuhkan aktivitas fisik yang tinggi, rumah dalam bayangannya adalah tempat yang paling nyaman untuk mengistirahatkan tubuh dan otaknya.

Untuk melibatkan ayah sepulang bekerja, Ibu sebaiknya menyiapkan lembar aktivitas singkat, mainan anak yang ringan atau buku tipis yang bisa dijadikan jembatan untuk membersamai anak sambil beristirahat.

Hindari memberikan mainan yang menuntut ayah untuk banyak bergerak karena hal ini bisa memicu emosi negatif dari ayah.

Tidak lupa sebelum ayah pulang, anak diberi pengertian bahwa ayah capek pulang kerja, sehingga anak harus mengerti dan mengajak ayah berkativitas yang ringan-ringan saja sambil beristirahat. Biasanya anak yang sudah berumur dua tahun atau lebih sudah bisa diberi pengertian untuk tidak membuat ayah semakin capek.

Minta Anak untuk Menunjukkan Hasil Karyanya kepada Ayah untuk Melibatkan Ayah dalam Pengasuhan Anak

Dulu aku tidak begitu menganggap ‘pamer’ karya ke abah K adalah sesuatu hal yang penting. Aku hanya mengabarkan pencapaian si K dan tidak aktif meminta si K untuk menunjukkan hasil karyanya kepada abahnya. Suatu hari, tidak sengaja aku meminta si K untuk menunjukkan hasil gambarnya yang ‘hanya’ sekedar smile kepada abah K, abah K memberikan jempol dan snyum riang, si K langsung girang dan terbawa dalam mood seharian.

Detik itu juga, aku menyadari jika bagaimanapun apresiasi dari seorang ayah bisa membuat hati anak berbunga-bunga dan mood untuk belajar terus berkembang meskipun sudah diberikan apresiasi oleh Ibu seribu kali.

Bahkan dalam kasus lain, stimulasi sekali dari abah K jauh lebih manjur dibandingkan stimulasi ratusan kali yang diberi oleh Ibunya. Mungkin karena stimulasi yang diberikan oleh Ibunya disampaikan sambil ngomel, ceramah atau lain-lain. Hahaha.

Pada kasus tertentu, ada ayah yang harus diajari bagaimana cara mengapresiasi anak. Apalagi jika ayahnya tipikal perfeksionis dengan latar belakang serba bisa, mengapresiasi anak butuh belajar dan butuh waktu yang tidak singkat untuk bisa melakukannya dengan alamiah. Ibu enggak perlu hopeless ketika suami belum mampu mengapresiasi anak, jangan lelah untuk memberi tahu atau menunjukkan bagaimana cara mengapresiasi anak dengan sederhana.

Jangan Bicarakan Kejelekan Ayah di Hadapan Anak-anak untuk Melibatkan Anak dalam Pengasuhan Anak

“Kenapa enggak suka pergi dengan ayah?” aku kaget dengan reaksi spontan seorang anak yang enggak suka pergi dengan ayahnya.

Dengan lugu, ia menjawab singkat, “Ayah error.”

Aku terpana. Melongo sekaligus penasaran. Darimana anak ini belajar term ‘ayah error’? Seperti apakah kelakuan ayahnya hingga ia sebegitu entengnya mengomentari ayahnya error? Butuh waktu lama aku menyelidiki, hingga aku mendapatkan jawaban secara tidak sengaja saat Ibunya anak ini curhat.

“Anakku waktu itu nanya, ‘Ayah kalo sama mereka marah-marah enggak ya?”

“Trus, kamu jawab gimana?”

“Tak jawab, pancen ayahmu ki error.”

Mak deg, puzle yang hilang sudah ditemukan. Anak itu secara tidak disadari belajar dari Ibunya. Mengomentari kelakuan ayah yang tidak baik memang butuh trik khusus. Salah-salah malah membuat anak menjauh dari sosok ayahnya. Jangankan dengan anak-anak, dengan orang lain yang tidak berkepentingan saja kita harus menjaga marwah suami.

Aku belajar banyak dari Ibu, bagaimana beliau selalu menjaga image Bapak di hadapanku sehingga aku tetap menghormati Bapak meskipun di masa lalu Bapak mempunyai perilaku yang tidak boleh dicontoh. Ibu selalu menceritakan kebaikan-kebaikan Bapak, bahkan aku ingat saat Ibu menceritakan betapa payahnya Bapak mengayuh sepeda untuk memeriksakan kehamilan Ibu ke puskesmas saat aku sedang mangkel dengan Bapak.

Menjaga kehormatan ayah di hadapan anak-anaknya sangat berpengaruh dalam membangun bonding ayah dan anak. Ayah yang terjaga kharismanya di hadapan anak-anak, lebih mudah melibatkan diri dalam pengasuhan anak-anak.

Enggak gampang memang untuk memutus rantai patriarki yang kadung mengakar, dimana mindset tertanam bahwa ayah bertugas untuk mencari nafkah dan anak merupakan tanggung jawab Ibu. Tetapi, dear, Ibu, kita bisa memulainya dari hal-hal remeh yang membuat anak lengket dengan ayahnya dan tidak kehilangan sosok seorang ayah.

Salam untuk Ibu dan Ayah yang selalu belajar bersama dalam memberikan pendampingan terbaik kepada anak-anak. Mari bergandengan tangan dan saling mendukung sesama orang tua. Luv!

Exit mobile version